Artikel




    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Tafsir ayat yang terdapat dalam surah An-Nisā`.


2.    Tafsir ayat yang terdapat dalam surah Al-Mā`idah.


3.    Tafsir ayat yang terdapat dalam surah Al-Kahf.


4.    Masalah yang sangat penting sekali yaitu apa pengertian tentang beriman terhadap jibt dan tagut dalam permasalahan ini?


Apakah sekadar mempercayainya dalam hati? Atau mengikuti orang-orangnya, sekali pun membenci hal tersebut dan mengerti akan kebatilannya?


5.    Ucapan Ahli Kitab, bahwa orang-orang kafir (kaum musyrikin di Mekah) yang telah diketahui kekufuran mereka lebih benar jalannya dari pada orang-orang yang beriman.


6.    Iman kepada jibt dan tagut pasti akan terjadi di kalangan umat ini, sebagaimana yang ditetapkan dalam hadis Abu Sa'īd. Dan inilah yang dimaksud dalam bab ini.


7.    Pernyataan Rasulullah bahwa akan terjadi penyembahan berhala di kalangan umat ini.


8.    Satu hal yang amat mengherankan adalah munculnya orang yang mendakwahkan dirinya sebagai nabi, seperti Al-Mukhtār bin Abu 'Ubaid Aṡ-Ṡaqafiy; padahal ia mengucapkan dua kalimat syahadat, menyatakan bahwa dirinya termasuk dalam umat Muhammad, dan meyakini bahwa Rasulullah itu hak dan Al-Qur`ān juga hak yang di dalamnya diterangkan bahwa Muhammad adalah penutup para Nabi. Walaupun demikian, ia dipercayai banyak orang, meskipun adanya kontradiksi yang jelas sekali. Ia hidup pada akhir masa sahabat dan diikuti oleh banyak orang.


9.    Rasulullah menyampaikan kabar gembira bahwa kebenaran Islam tidak akan dapat dilenyapkan sama sekali, sebagaimana yang terjadi pada masa lalu, tetapi masih akan selalu ada sekelompok orang yang berpegang teguh dan membela kebenaran.


10.    Bukti konkretnya adalah: walaupun jumlah mereka sedikit, tetapi tidak tergoyahkan oleh orang-orang yang menelantarkan dan menentang mereka.


11.    Kondisi seperti ini akan berlangsung sampai hari Kiamat.


12.    Bukti-bukti kenabian Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam yang terkandung dalam hadis ini adalah: 


•    Pemberitahuan beliau bahwa Allah telah membentangkan kepadanya belahan bumi barat dan timur, dan menjelaskan makna dari hal itu; kemudian terjadi seperti yang beliau beritakan, berlainan halnya dengan belahan selatan dan utara.\


•    Pemberitahuan beliau bahwa beliau diberi dua simpanan yang berharga. 


•    Pemberitahuan beliau bahwa doanya untuk umatnya dikabulkan dalam dua hal, sedangkan hal yang ketiga tidak dikabulkan. 


•    Pemberitahuan beliau bahwa akan terjadi pertumpahan darah di antara umatnya, dan kalau sudah terjadi tidak akan berakhir sampai hari Kiamat. 


•    Pemberitahuan beliau bahwa sebagian umat ini akan menghancurkan sebagian yang lain, sebagian mereka menawan sebagian yang lain, dan kekhawatirannya akan ada para pemimpin zalim lagi sesat pada umat ini. 


•    Pemberitahuan beliau tentang munculnya orang-orang yang mendakwahkan dirinya sebagai nabi pada umat ini. 


•    Pemberitahuan beliau bahwa akan tetap ada sekelompok orang dari umat ini yang tegak membela kebenaran, dan mendapat pertolongan Allah. 


Semua ini benar-benar telah terjadi seperti yang telah diberitahukan, padahal semua yang diberitahukan itu di luar jangkauan akal manusia.


13.    Hal yang beliau khawatirkan terhadap umatnya hanyalah munculnya para pemimpin yang menyesatkan.


14.    Perlunya perhatian terhadap makna dari penyembahan berhala.





Bab: Penjelasan Tentang Sihir


Firman Allah Ta’ālā, “Demi Allah! Sesungguhnya mereka (orang-orang Yahudi itu) telah meyakini bahwa siapa yang menukar (kitab Allah) dengan sihir itu, maka tidak akan mendapatkan bagian (keuntungan) di akhirat.” [QS. Al-Baqarah: 102].


Juga firman-Nya, “Dan mereka beriman kepada jibt dan tagut.” [QS. An-Nisā`: 51].


Umar raḍiyallāhu ‘anhu berkata, “Jibt adalah sihir, sedangkan tagut adalah setan.” 


Sedangkan Jābir raḍiyallāhu ‘anhu berkata, “Tagut adalah para tukang ramal yang didatangi setan; yang ada pada setiap kabilah.” 


Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah tujuh perkara yang membawa kehancuran!” Para sahabat bertanya, “Apakah ketujuh perkara itu, ya Rasulullah?” 


Beliau menjawab, “Yaitu syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan sebab yang dibenarkan oleh agama, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari peperangan, menuduh zina terhadap wanita yang terjaga dirinya dari perbuatan dosa yang tidak memikirkan untuk melakukan dosa serta beriman kepada Allah.” 


Jundub meriwayatkan dalam hadits marfū’, “Hukuman bagi tukang sihir adalah dipenggal lehernya dengan pedang.” (HR. Tirmizi, dan ia berkata, “Pendapat yang benar hadis ini adalah mauqūf/perkataan sahabat.”)


Dalam Ṣaḥīḥ Bukhari, dari Bajālah bin 'Abdah, ia berkata, “Umar bin Al-Khaṭṭāb telah mewajibkan untuk membunuh setiap tukang sihir, baik laki-laki maupun perempuan. Maka kami pun membunuh tiga tukang sihir.” 


Juga telah sahih dari Ḥafṣah raḍiyallāhu ‘anhā, bahwa ia memerintahkan untuk membunuh budak perempuannya yang telah menyihirnya, maka ia pun dibunuh.” 


Hukum ini juga diriwayatkan secara sahih dari Jundub.


Imam Ahmad berkata, “(Masalah ini) diriwayatkan dari tiga orang sahabat Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam (yaitu: Umar, Ḥafṣah dan Jundub).” 


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Tafsir ayat yang terdapat dalam surah Al-Baqarah. 


2.    Tafsir ayat yang terdapat dalam surah An-Nisā`.


3.    Penjelasan makna jibt dan tagut, serta perbedaan antara keduanya.


4.    Tagut itu terkadang dari jenis jin, dan terkadang dari jenis manusia.


5.    Mengetahui tujuh perkara yang bisa menyebabkan kebinasaan, yang dilarang secara khusus oleh Nabi.


6.    Tukang sihir itu kafir.


7.    Tukang sihir itu dihukum mati tanpa diminta tobat terlebih dahulu.


8.    Jika praktik sihir itu telah ada di kalangan kaum muslimin pada masa Umar, bisa dibayangkan bagaimana pada masa sesudahnya?





Bab: Macam-macam Sihir


Imam Ahmad meriwayatkan; Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami, ia berkata, 'Auf menceritakan kepada kami, ia berkata, Ḥayyān bin Al-'Alā` menceritakan kepada kami, ia berkata, Qaṭan bin Qabīṣah menceritakan kepada kami; dari ayahnya bahwa ia telah mendengar Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “'Iyāfah, ṭarq dan ṭiyarah adalah termasuk jibt.” 


Auf menafsirkan hadis ini dengan mengatakan, “'Iyāfah adalah meramal nasib orang dengan menerbangkan burung. Adapun ṭarq adalah meramal nasib orang dengan membuat garis di atas tanah).


Adapun makna jibt, Al-Hasan berkata, “Ia adalah suara setan.” Hadis tersebut sanadnya jayyid. 


Ia diriwayatkan pula oleh Abu Daud, An-Nasā`iy, dan Ibnu Ḥibbān dalam Ṣaḥīḥ-nya dengan sanadnya.


Ibnu 'Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mempelajari sebagian dari ilmu nujum (perbintangan) sesungguhnya dia telah mempelajari sebagian ilmu sihir. Semakin bertambah (ia mempelajari ilmu nujum) semakin bertambah pula (dosanya).” (HR. Abu Daud dengan sanad sahih).


An-Nasā`iy meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, “Siapa yang membuat suatu buhulan, kemudian meniupnya (sebagaimana yang dilakukan oleh tukang sihir) maka ia telah melakukan sihir, dan siapa yang melakukan sihir maka ia telah melakukan kesyirikan, dan siapa yang menggantungkan diri pada sesuatu benda (jimat), maka ia dijadikan Allah bersandar kepada benda itu.” 


Ibnu Mas'ūd meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kamu aku beritahu; apakah 'Aḍhu itu? Ia adalah perbuatan mengadu-domba, yaitu banyak membicarakan keburukan dan menghasut di antara manusia.” (HR. Muslim).


Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara susunan kata yang indah itu terdapat kekuatan sihir.” 


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Di antara jenis sihir (jibt) adalah 'iyāfah, ṭarq dan ṭiyarah.


2.    Penjelasan tentang makna 'iyāfah, ṭarq dan ṭiyarah.


3.    Ilmu nujum (perbintangan) termasuk salah satu jenis sihir.


4.    Membuat buhulan, lalu ditiupkan kepadanya termasuk sihir.


5.    Mengadu domba juga termasuk perbuatan sihir.


6.    Keindahan susunan kata (yang membuat kebatilan seolah-olah kebenaran dan kebenaran seolah-olah kebatilan) juga termasuk perbuatan sihir.





Bab: Dukun, Tukang Ramal dan Sejenisnya


Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Ṣaḥīḥ-nya; dari salah seorang istri Nabi, bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mendatangi peramal dan menanyakan kepadanya tentang sesuatu perkara dan dia mempercayainya, maka salatnya tidak diterima selama 40 hari.” 


Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Siapa yang mendatangi seorang dukun, dan mempercayai apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya dia telah kafir (ingkar) terhadap wahyu yang telah diturunkan kepada Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Abu Daud).


Ahlu As-Sunan dan Al-Ḥākim meriwayatkan -dan Al-Ḥākim mensahihkannya sesuai syarat Bukhari dan Muslim-, bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mendatangi peramal atau dukun, lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang telah diturunkan kepada Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.” 


Abu Ya'lā pun meriwayatkan hadis yang semakna hadis di atas dari Ibnu Mas'ūd secara mauqūf dengan sanad jayyid.


Imrān bin Ḥuṣain raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan secara marfū': “Tidak termasuk golongan kami orang yang meminta dan melakukan Taṭayyur, meramal atau minta diramal, menyihir atau minta disihirkan, dan Siapa yang mendatangi dukun lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang telah diturunkan kepada Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Abu Daud dengan sanad jayyid).


Aṭ-Ṭabarāniy meriwayatkannya pula dalam Al-Mu'jam Al-Ausaṭ -dengan sanad hasan- dari Ibnu 'Abbās tanpa menyebutkan kalimat, “Siapa yang mendatangi dukun ...” sampai akhir hadis.


Imam Al-Bagawiy berkata, “Al-'Arrāf (peramal) adalah orang yang mengaku dirinya mengetahui banyak hal dengan menggunakan isyarat-isyarat yang dipergunakan untuk mengetahui barang curian atau tempat barang yang hilang dan semacamnya.” 


Ada pula yang mengatakan, “Ia adalah al-kāhin (dukun), yaitu orang yang bisa memberitahukan tentang hal-hal gaib yang akan terjadi di masa yang akan datang.” 


Dan ada pula yang mengatakan, “Ia adalah orang yang bisa memberitahukan tentang apa yang ada di hati seseorang.” 


Abul-'Abbās Ibnu Taimiyah menyatakan, “Al-'Arrāf adalah sebutan untuk dukun, ahli nujum, peramal nasib, dan sejenisnya yang mengaku dirinya bisa mengetahui hal-hal gaib dengan cara-cara tersebut.” 


Ibnu 'Abbās berkata tentang orang-orang yang menulis huruf-huruf أبا جاد (abjad) sambil mencari rahasia huruf, dan memperhatikan bintang-bintang, “Aku tidak tahu apakah orang yang melakukan hal itu akan memperoleh bagian keuntungan di sisi Allah.” 


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Tidak dapat terkumpul dalam diri seorang mukmin antara iman kepada Al-Qur`ān dengan percaya kepada tukang ramal, dukun dan sejenisnya.


2.    Pernyataan Rasul ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bahwa mempercayai ucapan dukun adalah kufur.


3.    Ancaman bagi orang yang minta diramalkan.


4.    Ancaman bagi orang yang meminta amalan Taṭayyur.


5.    Ancaman bagi orang yang minta disihirkan. 


6.    Ancaman bagi orang yang menulis huruf-huruf أباجاد (untuk tujuan jimat dan lainnya).


7.    Penjelasan perbedaan antara Kāhin dan 'Arrāf.





Bab: Penjelasan Tentang Nusyrah


Jābir raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang Nusyrah, maka beliau menjawab, “Hal itu termasuk perbuatan setan.” (HR. Ahmad dan Abu Daud dengan sanad jayyid). 


Abu Daud mengisahkan: Ketika Imam Ahmad ditanya tentang nusyrah, beliau menjawab, “Ibnu Mas'ūd membenci itu semua.” 


Dalam Ṣaḥīḥ Bukhari; Qatādah menuturkan: Aku bertanya kepada Sa'īd bin Al-Musayyib, “Seseorang yang terkena sihir atau diguna-guna, sehingga tidak bisa menggauli istrinya, bolehkah ia diobati dengan menggunakan Nusyrah?” 


Ia menjawab, “Tidak apa-apa, karena yang mereka inginkan hanyalah kebaikan untuk menolak mudarat, sedang sesuatu yang bermanfaat itu tidaklah dilarang.” Selesai.


Diriwayatkan dari Al-Hasan bahwa ia berkata, “Tidak ada yang dapat melepaskan pengaruh sihir kecuali tukang sihir.” 


Ibnul-Qayyim menjelaskan, “Nusyrah adalah penyembuhan terhadap seseorang yang terkena sihir. Caranya ada dua macam:


Pertama: dengan menggunakan sihir serupa, dan inilah yang termasuk perbuatan setan. Dan pendapat Al-Hasan di atas termasuk dalam kategori ini, karena masing-masing dari orang yang menyembuhkan dan orang yang disembuhkan mengadakan pendekatan kepada setan dengan apa yang diinginkannya, sehingga dengan demikian perbuatan setan itu gagal memberi pengaruh terhadap orang yang terkena sihir itu.


Kedua: Penyembuhan dengan menggunakan ruqyah dan ayat-ayat yang berisikan doa perlindungan kepada Allah, juga dengan obat-obatan dan doa-doa yang diperbolehkan. Cara ini hukumnya boleh.” 


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Larangan Nusyrah.


2.    Perbedaan antara Nusyrah yang dilarang dan yang diperbolehkan. Dengan demikian menjadi jelas masalahnya.


Bab: Taṭayyur


Firman Allah Ta’ālā, “Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi mereka tidak mengetahui.” [QS. An-Naml: 47].


Juga firman-Nya, “Mereka (para rasul) berkata, 'Kesialan kalian itu adalah karena kalian sendiri; apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib sial)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.'” [QS. Yāsīn: 19].


Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada 'adwā (penyakit menular), ṭiyarah (merasa bernasib sial), hāmah (merasa bernasib sial dengan melihat hantu), dan ṣafar (merasa bernasib sial dengan bulan Safar).” (HR. Bukhari dan Muslim).


Imam Muslim -dalam riwayatnya- menambahkan, “... dan tidak ada Nau` (kepercayaan bahwa turunnya hujan dikarenakan bintang), serta gūl (hantu).” 


Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula dari Anas bin Malik, ia berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada 'adwā (penyakit menular) dan ṭiyarah (merasa bernasib sial), namun fa`l menyenangkan saya.” Para sahabat bertanya, “Apakah fa`l itu?” Beliau menjawab, “Kata-kata yang baik.” 


Abu Daud meriwayatkan dengan sanad sahih, dari 'Uqbah bin 'Āmir, ia berkata, Ṭiyarah disebut-sebut di hadapan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, maka beliau pun bersabda, “Yang paling baik adalah fa`l, dan ṭiyarah tersebut tidak boleh menggagalkan seorang muslim dari niatnya. Apabila salah seorang di antara kamu melihat sesuatu yang tidak diinginkannya, maka hendaknya ia berdoa, 'Ya Allah! Tiada yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali Engkau, dan tiada yang dapat menolak kejahatan kecuali Engkau, dan tidak ada daya serta kekuatan kecuali atas pertolongan-Mu.'” 


Ibnu Mas'ūd meriwayatkan dalam hadis marfū': “Ṭiyarah itu perbuatan syirik, ṭiyarah itu perbuatan syirik, tidak ada seorang pun dari antara kita kecuali (telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal ini), hanya saja Allah bisa menghilangkannya dengan tawakal kepada-Nya.” (HR. Abu Daud dan Tirmizi; Tirmizi mensahihkannya dan menjadikan kalimat terakhir hadis ini sebagai ucapan Ibnu Mas'ūd).


Imam Ahmad meriwayatkan hadis dari Ibnu 'Amr, bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mengurungkan hajatnya karena ṭiyarah ini, maka ia telah berbuat kesyirikan.” Para sahabat bertanya, “Lalu apa yang bisa menebusnya?” Rasulullah menjawab, “Hendaknya ia berdoa: 'Ya Allah! Tiada kebaikan kecuali kebaikan dari-Mu, dan tiada kesialan kecuali kesialan dari-Mu, dan tiada sesembahan kecuali Engkau.'” 


Dalam riwayat lain dari Al-Faḍl bin 'Abbās raḍiyallāhu ‘anhu, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ṭiyarah itu adalah yang bisa menjadikan kamu terus melangkah, atau yang bisa mengurungkan niat (dari tujuan kamu).” 


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Penjelasan tentang kedua ayat tersebut di atas; “Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah.” [QS. Al-A'rāf: 131], dan “Kesialan kalian itu adalah karena kalian sendiri.” [QS. Yāsīn: 19]


2.    Pernyataan bahwa tidak ada 'adwā (penyakit menular dengan sendirinya).


3.    Pernyataan bahwa tidak ada ṭiyarah.


4.    Pernyataan bahwa tidak ada hāmah.


5.    Pernyataan bahwa tidak ada ṣafar (merasa bernasib sial dengan bulan Safar).


6.    Fa`l (kata-kata baik dan optimis) tidak termasuk yang dilarang oleh Rasulullah, bahkan dianjurkan.


7.    Penjelasan tentang makna fa`l.


8.    Apabila terjadi taṭayyur dalam hati seseorang, tetapi dia tidak menginginkannya, maka hal itu tidak apa-apa baginya, bahkan Allah akan menghilangkannya dengan bertawakal kepada-Nya.


9.    Penjelasan tentang doa yang dibaca saat seseorang menjumpai hal tersebut.


10.    Ditegaskan bahwa ṭiyarah itu termasuk syirik.


11.    Penjelasan tentang ṭiyarah yang tercela dan terlarang.





Bab: Ilmu Nujum (Perbintangan)


Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab Ṣaḥīḥ-nya, bahwa Qatādah berkata, “Allah menciptakan bintang-bintang ini untuk tiga hikmah: sebagai hiasan langit, sebagai alat pelempar setan, dan sebagai tanda untuk petunjuk (arah dan sebagainya). Maka siapa yang berpendapat selain hal tersebut maka ia telah melakukan kesalahan, menyia-nyiakan nasibnya, serta membebani dirinya dengan hal di luar batas pengetahuannya.” Selesai.


Sementara tentang mempelajari tata letak peredaran bulan, Qatādah mengatakan makruh, sedangkan Ibnu 'Uyainah tidak membolehkan; seperti yang dinukil oleh Ḥarb dari mereka berdua.


Tetapi Imam Ahmad dan Isḥāq memperbolehkan hal tersebut.


Juga diriwayatkan dari Abu Musa, ia berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiga orang yang tidak akan masuk surga: pecandu khamar, orang yang memutuskan hubungan kekeluargaan, dan orang yang mempercayai sihir.” (HR. Ahmad dan Ibnu Ḥibbān dalam kitab Ṣaḥīḥ-nya).


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Hikmah diciptakannya bintang-bintang.


2.    Sanggahan terhadap orang yang beranggapan adanya fungsi lain selain tiga hal tersebut.


3.    Adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum mempelajari ilmu letak peredaran bulan.


4.    Ancaman bagi orang yang mempercayai sihir (yang di antara jenisnya adalah ilmu perbintangan), meskipun ia mengetahui akan kebatilannya.





Bab: Menisbahkan Turunnya Hujan Kepada Bintang


Firman Allah Ta’ālā, “Dan kalian membalas rezeki (yang telah dikaruniakan Allah) kepadamu dengan mengatakan perkataan yang tidak benar.” [QS. Al-Wāqi'ah: 82].


Abu Mālik Al-Asy'ariy raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Empat hal yang terdapat pada umatku yang termasuk perbuatan jahiliah yang susah untuk ditinggalkan: membangga-banggakan kebesaran leluhurnya, mencela nasab, mengaitkan turunnya hujan kepada bintang tertentu, dan meratapi orang mati.” 


Beliau juga bersabda, “Wanita yang meratapi orang mati, bila ia mati sebelum bertobat maka ia akan dibangkitkan pada hari Kiamat dalam kondisi dikenakan pakaian yang berlumuran dengan cairan tembaga panas, serta mantel yang bercampur dengan penyakit gatal.” (HR. Muslim).


Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Zaid bin Khālid raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam mengimami kami pada salat Subuh di Hudaibiyah setelah semalaman turun hujan. Ketika usai melaksanakan salat, beliau menghadap kepada jemaah dan bersabda, “Tahukah kalian apakah yang difirmankan oleh Rabb pada kalian?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Lalu beliau bersabda, “Dia berfirman, ‘Pagi ini ada di antara hamba-hamba-Ku ada yang beriman dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang mengatakan: hujan turun berkat karunia dan rahmat Allah, maka ia telah beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang, sedangkan orang yang mengatakan: hujan turun karena bintang ini dan bintang itu, maka ia telah kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang.’” 


Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis dari Ibnu 'Abbās dengan redaksi yang semakna dengannya, dan di dalamnya ada tambahan: Ada di antara mereka yang berkata, “Sungguh, telah benar bintang ini, atau bintang itu.” Sehingga Allah menurunkan firman-Nya, “Maka aku bersumpah dengan tempat-tempat peredaran bintang. Dan sesungguhnya itu benar-benar sumpah yang besar sekiranya kamu mengetahui. Sesungguhnya ia adalah Al-Qur`ān yang sangat mulia, dalam Kitab yang terpelihara (Lauḥ Maḥfūẓ). Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan seluruh alam. Apakah kamu menganggap remeh berita ini (Al-Qur`ān)? Dan kamu menjadikan rezekimu (yang kamu terima dari Allah) justru untuk mendustakan(-Nya)?!” [QS. Al-Wāqi'ah: 75-82].


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Tafsir ayat dalam surah Al-Wāqi'ah.


2.    Menyebutkan adanya empat perkara yang termasuk perbuatan jahiliah.


3.    Pernyataan bahwa salah satu di antaranya termasuk perbuatan kufur (yaitu menisbahkan turunnya hujan kepada bintang tertentu).


4.    Ada jenis kufur yang tidak mengeluarkan seseorang dari Islam.


5.    Adanya firman Allah (hadis qudsi), “Pagi ini, di antara hamba-hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir”; disebabkan turunnya nikmat hujan.


6.    Perlu pemahaman yang mendalam tentang iman dalam kasus tersebut.


7.    Begitu juga tentang kufur dalam kasus tersebut.


8.    Di antara pengertian kufur, adalah ucapan salah seorang dari mereka, “Sungguh telah benar bintang ini atau bintang itu.” 


9.    Metode pengajaran kepada orang yang tidak mengerti masalah dengan melontarkan suatu pertanyaan, seperti sabda beliau, “Tahukah kalian apa yang difirmankan oleh Rabb kepada kalian?” 


10.    Ancaman bagi wanita yang meratapi orang mati.








Bab: [Cinta Kepada Allah] 


Firman Allah Ta’ālā, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang mengangkat tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah, adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” [QS. Al-Baqarah: 165].


Juga firman-Nya, “Katakanlah, 'Jika babak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal yang kamu sukai; itu lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, dan daripada berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” [QS. At-Taubah: 24].


Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya, dan manusia seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).


Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula dari Anas bin Malik, ia berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Ada tiga perkara, siapa yang ketiga perkara itu terdapat dalam dirinya, maka ia pasti mendapatkan manisnya iman, yaitu: Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya; ia mencintai seseorang tiada lain hanya karena Allah; dan ia benci untuk kembali kepada kekafiran setelah ia diselamatkan oleh Allah darinya, sebagaimana ia benci kalau dicampakkan ke dalam api.” 


Dalam riwayat lain: “Seseorang tidak akan merasakan manisnya iman, sebelum ...” dan seterusnya.


Ibnu 'Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā berkata, “Siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, membela karena Allah, dan memusuhi karena Allah, maka sesungguhnya kecintaan dan pertolongan Allah itu diperoleh dengan sebab hal tersebut. Seorang hamba tidak akan bisa merasakan lezatnya iman, meskipun banyak melakukan salat dan puasa, sehingga ia bersikap demikian. Pada umumnya persahabatan yang dijalin di antara manusia dibangun atas dasar kepentingan dunia, dan itu tidak berguna sedikit pun baginya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarīr).


Ibnu 'Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā berkata,


 “Siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, membela karena Allah, dan memusuhi karena Allah, maka sesungguhnya kecintaan dan pertolongan Allah itu diperoleh dengan sebab hal tersebut. Seorang hamba tidak akan bisa merasakan lezatnya iman, meskipun banyak melakukan salat dan puasa, sehingga ia bersikap demikian. Pada umumnya persahabatan yang dijalin di antara manusia dibangun atas dasar kepentingan dunia, dan itu tidak berguna sedikit pun baginya.”  (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarīr).


Ibnu 'Abbās menafsirkan firman Allah: “Dan putuslah hubungan di antara mereka” dengan mengatakan, “Yaitu kasih sayang.” 


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Tafsir ayat yang terdapat dalam surah Al-Baqarah.


2.    Tafsir ayat yang terdapat dalam surah Barā`ah.


3.    Wajib mencintai Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam lebih dari kecintaan terhadap diri sendiri, keluarga, dan harta benda.


4.    Pernyataan “tidak beriman” bukan berarti keluar dari Islam.


5.    Iman itu memiliki rasa manis, kadang dapat diperoleh seseorang, dan kadangkala tidak.


6.    Disebutkan empat sikap yang merupakan syarat mutlak untuk memperoleh kecintaan Allah. Seseorang tidak akan menemukan kelezatan iman kecuali dengan keempat sikap itu.


7.    Pemahaman Ibnu 'Abbās terhadap realitas, bahwa hubungan persahabatan antara sesama manusia pada umumnya dijalin atas dasar kepentingan duniawi.


8.    Tafsir firman Allah: “Dan terputuslah segala hubungan antara mereka sama sekali.” 


9.    Disebutkan bahwa di antara orang-orang musyrik ada yang mencintai Allah dengan kecintaan yang sangat besar.


10.    Ancaman terhadap seseorang yang mencintai kedelapan perkara di atas (orang tua, anak-anak, paman, keluarga, istri, harta kekayaan, tempat tinggal dan perniagaan) dengan kecintaan yang lebih dari cintanya terhadap agamanya.


11.    Mempertuhankan selain Allah dengan mencintainya sebagaimana mencintai Allah adalah syirik akbar.





Bab: [Takut Kepada Allah] 


Firman Allah Ta’ālā, “Sesungguhnya mereka itu tiada lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu] dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku saja, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” [QS. Āli 'Imrān: 175].


Juga firman Allah, “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap mendirikan salat, membayar zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah (saja), maka mereka itulah yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” [QS. At-Taubah: 18].


Juga firman-Nya, “Dan di antara manusia ada yang berkata, 'Kami beriman kepada Allah’, tetapi apabila ia mendapat perlakuan yang menyakitkan karena (imannya kepada) Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah.” [QS. Al-'Ankabūt: 10].


Abu Sa'īd raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan secara marfū':  “Sesungguhnya termasuk lemahnya keyakinan adalah jika kamu mencari rida manusia dengan mendapat kemurkaan Allah, memuji mereka atas rezeki yang Allah berikan padamu melalui perantaraan mereka, dan mencela mereka atas dasar sesuatu yang belum diberikan Allah kepadamu melalui mereka. Sesungguhnya rezeki Allah tidak dapat didatangkan oleh ketamakan orang yang tamak, dan tidak pula dapat digagalkan oleh kebenciannya orang yang membenci.” 


Aisyah raḍiyallāhu ‘anhā meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mencari rida Allah sekali pun berakibat mendapatkan kemarahan manusia, maka Allah akan meridainya, dan akan menjadikan manusia rida kepadanya, dan Siapa yang mencari rida manusia dengan melakukan apa yang menimbulkan kemurkaan Allah, maka Allah murka kepadanya, dan akan menjadikan manusia murka pula kepadanya.” (HR. Ibnu Ḥibbān dalam kitab Ṣaḥīḥ-nya).


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Tafsir ayat dalam surah Āli 'Imrān.


2.    Tafsir ayat yang terdapat dalam surah Barā`ah.


3.    Tafsir ayat yang terdapat dalam surah Al-'Ankabūt.


4.    Keyakinan itu bisa menguat dan bisa melemah.


5.    Adanya tanda-tanda lemahnya keyakinan, antara lain tiga perkara yang disebutkan dalam hadis Abu Sa'īd di atas.


6.    Memurnikan rasa takut hanya kepada Allah adalah termasuk kewajiban.


7.    Adanya pahala bagi orang yang melakukannya.


8.    Adanya ancaman bagi orang yang meninggalkannya.





Bab: [Tawakal Kepada Allah] 


Firman Allah Ta’ālā, “Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” [QS. Al-Mā`idah: 23].


Juga firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman (dengan sempurna) itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka karenanya, serta hanya kepada Rabb-nya mereka bertawakal.” [QS. Al-Anfāl: 2].


Juga firman-Nya, “Wahai Nabi! Cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu, dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.” [QS. Al-Anfāl: 64].


Juga firman-Nya, “Dan siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkannya.” [QS. Aṭ-Ṭalāq: 3].


Ibnu 'Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā berkata, “(Firman Allah) 'Cukuplah Allah bagi kami, dan Allah adalah sebaik-baik pelindung', diucapkan oleh Nabi Ibrahim ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam saat beliau dicampakkan ke dalam kobaran api, dan diucapkan pula oleh Nabi Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam di saat ada yang berkata kepada beliau, “Sesungguhnya orang-orang Quraisy telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka, tetapi perkataan itu malah menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, 'Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.'” [QS. Āli 'Imrān: 173]. (HR. Bukhari dan An-Nasā`i).


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Tawakal itu termasuk kewajiban.


2.    Tawakal itu termasuk syarat-syarat iman.


3.    Tafsir ayat dalam surah Al-Anfāl.


4.    Tafsir ayat dalam akhir surah Al-Anfāl.


5.    Tafsir ayat dalam surah Aṭ-Ṭalāq.


6.    Kalimat “'Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung” mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena telah diucapkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad 'alaihimā wa sallam ketika dalam situasi yang sangat genting.





Bab: [Merasa Aman Dari Siksa Allah dan Berputus Asa Dari Rahmat-Nya] 


Firman Allah Ta’ālā, “Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tiada terduga-duga]? Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” [QS. Al-A'rāf: 99].


Juga firman-Nya, “Dan tiada yang berputus asa dari rahmat Rabb-nya kecuali orang-orang yang sesat.”  [QS. Al-Ḥijr: 56].


Ibnu 'Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang dosa-dosa besar, beliau menjawab, “Yaitu: syirik kepada Allah, berputus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari makar Allah.” 


Abu Mas'ūd raḍiyallāhu ‘anhu berkata, “Dosa besar yang paling besar adalah: menyekutukan Allah, merasa aman dari makar (siksa) Allah, berputus harapan dari rahmat Allah, dan berputus asa dari pertolongan Allah.” (HR. 'Abdur-Razzāq).


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Tafsir ayat dalam surah Al-A'rāf.


2.    Tafsir ayat yang terdapat dalam surah Al-Ḥijr.


3.    Ancaman yang keras bagi orang yang merasa aman dari siksa Allah.


4.    Ancaman yang keras bagi orang yang berputus asa dari rahmat Allah.





Bab: Sabar Terhadap Takdir Allah Adalah Bagian dari Iman Kepada-Nya


Firman Allah Ta’ālā, “Dan siapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [QS. At-Tagābun: 11].


Alqamah berkata (tentang makna orang beriman dalam ayat ini), “Yaitu: orang yang ketika ditimpa musibah, ia meyakini bahwa itu semua dari Allah, maka ia pun rida dan pasrah (atas takdir-Nya).” 


Dalam Ṣaḥīḥ Muslim; Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua perkara yang masih dilakukan oleh manusia, yang kedua-duanya merupakan bentuk kekufuran: mencela keturunan, dan meratapi orang mati.” 


Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas'ūd raḍiyallāhu ‘anhu secara marfū': “Tidak termasuk golongan kami orang yang memukul-mukul pipi, merobek-robek pakaian, dan menyeru dengan seruan orang-orang jahiliah.” 


Anas raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba-Nya, maka Dia percepat hukuman baginya di dunia, dan apabila Dia menghendaki keburukan pada seorang hamba-Nya, maka Dia tangguhkan dosanya sampai ia penuhi balasannya nanti pada hari Kiamat.”


Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya besarnya balasan itu sesuai dengan besarnya ujian, dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya; siapa yang rida akan ujian itu maka baginya keridaan Allah, dan siapa yang marah/benci terhadap ujian tersebut, maka baginya kemurkaan Allah.” (Dihasankan oleh Tirmizi).


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Penjelasan tentang ayat dalam surah At-Tagābun.


2.    Sabar terhadap cobaan termasuk iman kepada Allah.


3.    Penjelasan tentang hukum mencela keturunan.


4.    Ancaman keras bagi orang yang memukul-mukul pipi, merobek-robek baju, dan menyeru kepada seruan jahiliah (karena meratapi orang mati).


5.    Tanda apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya.


6.    Tanda apabila Allah menghendaki keburukan kepada hamba-Nya.


7.    Tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya.


8.    Dilarang bersikap marah dan tidak sabar atas cobaan ketika diuji oleh Allah.


9.    Pahala bagi orang yang rida atas ujian dan cobaan.





Bab: Ria


Firman Allah Ta’ālā, “Katakanlah, 'Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: bahwa sesungguhnya sesembahan kamu adalah sesembahan yang esa.' Maka Siapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia berbuat kemusyrikan sedikit pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” [QS. Al-Kahf: 110].


Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan dalam hadis marfū’: Allah berfirman, “Aku sangat tidak memerlukan sekutu untuk dipersekutukan (kesyirikan). Siapa yang mengerjakan amal perbuatan dengan dicampuri perbuatan syirik kepada-Ku, maka Aku tinggalkan ia bersama perbuatan syiriknya itu.” (HR. Muslim).


Abu Sa'īd raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan dalam hadis marfū': “Maukah kalian aku beritahu tentang sesuatu yang bagiku lebih aku khawatirkan terhadap kamu dari pada Almasih Dajal?” Para sahabat menjawab, “Tentu, ya Rasulullah.” Kemudian beliau bersabda, “Syirik yang tersembunyi, yaitu ketika seseorang berdiri melakukan salat, ia perindah salatnya itu karena mengetahui ada orang lain yang melihatnya.” (HR. Ahmad).


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Tafsir ayat yang terdapat dalam surah Al-Kahf.


2.    Masalah yang penting sekali, yaitu: pernyataan bahwa amal saleh apabila dicampuri dengan sesuatu yang bukan karena Allah, maka tidak akan diterima oleh Allah.


3.    Hal itu disebabkan karena Allah Mahasempurna; yang sangat tidak memerlukan sekutu.


4.    Sebab yang lain adalah karena Allah adalah sekutu yang terbaik.


5.    Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam sangat khawatir apabila sahabatnya melakukan ria.


6.    Penjelasan tentang ria dengan menggunakan contoh sebagai berikut: seseorang melakukan salat karena Allah, kemudian ia perindah salatnya karena ada orang lain yang memperhatikannya.





Bab: Melakukan Amal Saleh untuk Kepentingan Dunia Adalah Syirik


Firman Allah Ta’ālā, “Siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia ini tidak akan dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia, serta sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” [QS. Hūd: 15-16].


Dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ; Abu Hurairah berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamīṣah (pakaian yang terbuat dari wol atau sutera), dan celaka hamba khamīlah (pakaian yang terbuat dari wol atau sutera); jika diberi ia senang, dan jika tidak diberi ia marah. Celakalah ia dan tersungkurlah ia; apabila terkena duri semoga ia tidak bisa mencabutnya. Berbahagialah seorang hamba yang memacu kudanya (berjihad di jalan Allah), kusut rambutnya, dan berdebu kedua kakinya; bila ia ditugaskan sebagai penjaga, dia setia berada di pos penjagaan, dan bila ditugaskan di garis belakang, dia akan tetap setia di garis belakang. Jika ia meminta izin (untuk menemui raja atau penguasa) tidak diperkenankan, dan jika bertindak sebagai pemberi syafaat (sebagai perantara) maka tidak diterima syafaatnya (perantaraannya).”


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Motivasi seseorang dalam amal ibadahnya, yang semestinya untuk akhirat malah untuk kepentingan duniawi (termasuk syirik).


2.    Tafsir ayat dalam surah Hūd.


3.    Manusia muslim disebut sebagai hamba dinar, hamba dirham, hamba khamīṣah dan khamīlah (jika menjadikan kesenangan duniawi sebagai tujuan).


4.    Tandanya adalah apabila diberi ia senang, dan apabila tidak diberi ia marah.


5.    Doa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, “Celakalah dan tersungkurlah.” 


6.    Juga doa beliau, “Jika terkena duri semoga ia tidak bisa mencabutnya.” 


7.    Pujian dan sanjungan untuk mujahid yang memiliki sifat-sifat sebagaimana yang disebut dalam hadis.





Bab: Menaati Ulama dan Umara dalam Mengharamkan yang Halal dan Menghalalkan yang Haram Berarti Mempertuhankan Mereka


Ibnu 'Abbās berkata, “Aku khawatir kalian ditimpa hujan batu dari langit, karena aku mengatakan, 'Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda', tetapi kalian malah mengatakan, 'Abu Bakar dan Umar berkata'.” 


Imam Ahmad bin Ḥanbal mengatakan, “Aku merasa heran terhadap orang-orang yang tahu tentang sanad hadis dan kesahihannya, tetapi mereka malah menjadikan pendapat Sufyān sebagai acuannya, padahal Allah Ta’ālā telah berfirman, ‘Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa siksa yang pedih.’ [QS. An-Nūr: 63]. Tahukah kamu apakah yang dimaksud dengan fitnah itu? Fitnah di situ maksudnya adalah syirik, bisa jadi apabila ia menolak sabda Nabi akan terjadi dalam hatinya kesesatan sehingga dia celaka.” 


Adiy bin Ḥātim meriwayatkan, bahwa ia mendengar Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah, “Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Almasih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” [QS. At-Taubah: 31]. Maka saya berkata kepada beliau, “Sungguh kami tidaklah menyembah mereka.” 


Beliau bersabda, “Tidakkah mereka mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah, lalu kalian pun mengharamkanya; dan tidakkah mereka itu menghalalkan apa yang diharamkan Allah, lalu kalian menghalalkannya?!” 


Aku menjawab, “Tentu.” Maka beliau bersabda, “Itulah bentuk penyembahan kepada mereka.” (HR. Ahmad dan Tirmizi, dan Tirmizi menilainya hasan).





    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Tafsir ayat dalam surah An-Nūr.


2.    Tafsir ayat yang terdapat dalam surah Barā`ah.


3.    Perlu diperhatikan arti ibadah yang sebelumnya telah diingkari oleh 'Adiy bin Ḥātim.


4.    Pemberian contoh kasus yang dikemukakan oleh Ibnu 'Abbās dengan menyebut nama Abu Bakar dan Umar, dan yang dikemukakan oleh Ahmad bin Ḥanbal dengan menyebut nama Sufyān.


5.    Hal tersebut telah berkembang sedemikian rupa, sehingga penyembahan terhadap orang-orang saleh dianggap banyak orang sebagai amal yang paling utama, dan dipercayainya sebagai wali (yang dapat mendatangkan suatu manfaat atau bencana). Penyembahan terhadap orang-orang alim melalui ilmu pengetahuan dan fikih (dengan diikuti apa saja yang dikatakan, baik sesuai dengan firman Allah dan sabda Rasul-Nya atau tidak), kemudian berkembang lebih parah lagi, dengan adanya penyembahan terhadap orang-orang yang tidak saleh, dan terhadap orang-orang bodoh yang tidak berilmu (dengan diikuti pendapat-pendapatnya, bahkan bidah dan syirik yang mereka lakukan juga diikuti).








Bab: [Berhakim Kepada Selain Allah Dan Rasul-Nya] 


Firman Allah Ta’ālā, “Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu, dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada tagut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari tagut itu, dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan] penyesatan yang sejauh- jauhnya.Apabila dikatakan kepada mereka, 'Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul', niscaya kamu lihat orang-orang munafik itu menghalangi (manusia) dari (mendekati) kamu dengan sekuat-kuatnya.Maka bagaimanakah halnya, apabila mereka ditimpa suatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu seraya bersumpah, 'Demi Allah! Sekali-kali kami tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna.'” [QS. An-Nisā`: 60-62].


Juga firman-Nya, “Dan apabila dikatakan kepada mereka (orang-orang munafik), 'Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi'; mereka menjawab, 'Sesungguhnya kami hanyalah orang-orang yang mengadakan perbaikan.'” [QS. Al-Baqarah: 11].


Juga firman-Nya, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” [QS. Al-A'rāf: 56].


Juga firman-Nya, “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan tidak ada yang lebih baik hukumnya daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin.” [QS. Al-Mā`idah: 50].


Abdullah bin 'Amr raḍiyallāhu ‘anhumā meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah beriman (dengan sempurna) seseorang di antara kamu, sebelum keinginan dirinya mengikuti apa yang telah aku bawa (dari Allah).” 


Imam An-Nawawiy menyatakan, “Hadis ini sahih, kami meriwayatkannya di dalam kitab Al-Ḥujjah dengan sanad sahih.”


Asy Sya'biy menuturkan, Pernah terjadi pertengkaran antara orang munafik dan orang Yahudi.


Orang Yahudi itu berkata, 'Mari kita berhakim kepada Muhammad.' Karena ia mengetahui bahwa beliau tidak menerima suap.


Sedangkan orang munafik tadi berkata, 'Mari kita berhakim kepada orang Yahudi.' Karena ia tahu bahwa mereka mau menerima suap.


Maka bersepakatlah keduanya untuk berhakim kepada seorang dukun di kabilah Juhainah, maka turunlah ayat: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya ...” [QS. An-Nisā`: 60-62].


Ada pula yang menyatakan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan dua orang yang bertengkar, salah seorang dari mereka berkata, “Mari kita bersama-sama mengadukan kepada Nabi Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.” Sedangkan yang lainnya mengatakan, “Kepada Ka'ab bin Al-Asyraf saja.” Kemudian keduanya mengadukan perkara mereka kepada Umar raḍiyallāhu ‘anhu, lalu salah seorang di antara keduanya menjelaskan kepadanya tentang permasalahan yang terjadi.


Kemudian Umar bertanya kepada orang yang tidak rela dengan keputusan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, “Benarkah demikian?” 


Ia menjawab, “Ya, benar.” Akhirnya, orang itu dihukum oleh Umar dengan dipancung pakai pedang.


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Tafsir ayat yang terdapat dalam surah An-Nisā`, yang di dalamnya terdapat keterangan yang bisa membantu untuk memahami makna tagut.


2.    Tafsir ayat yang ada dalam surah Al-Baqarah, “Dan apabila dikatakan kepada mereka (orang-orang munafik), 'Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi ...'” 


3.    Tafsir ayat yang terdapat dalam surah Al-A'rāf, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi ini sesudah Allah memperbaikinya.” 


4.    Tafsir ayat yang ada dalam surah Al-Mā`idah, “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki?” 


5.    Penjelasan Asy-Sya'biy tentang sebab turunnya ayat yang pertama (yang terdapat dalam surah An-Nisā`).


6.    Penjelasan makna iman yang benar dan iman yang palsu.


7.    Pemaparan kisah Umar dengan orang munafik.


8.    Seseorang tidak akan beriman sempurna dan benar sehingga hawa nafsunya (keinginan dirinya) mengikuti tuntunan yang dibawa oleh Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.





Bab: Hukum Mengingkari Sebagian Nama dan Sifat Allah


Firman Allah Ta’ālā, “Dan mereka kafir (ingkar) kepada Ar-Raḥmān (Yang Maha Pengasih). Katakanlah, 'Dia adalah Tuhanku, tiada sesembahan yang hak selain Dia, hanya kepada-Nya aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku bertobat.” [QS. Ar-Ra'd: 30].


Dalam Ṣaḥīḥ Bukhari; Ali bin Abi Ṭālib raḍiyallāhu ‘anhu berkata, “Berbicaralah kepada orang-orang dengan apa yang dipahami oleh mereka. Apakah kalian menginginkan Allah dan Rasul-Nya didustakan?” 


Abdur-Razzāq meriwayatkan dari Ma'mar; dari Ibnu Ṭāwus; dari ayahnya (Ṭāwus); dari Ibnu 'Abbās, bahwa ia melihat seseorang terkejut ketika mendengar hadis Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam yang berkenaan dengan sifat-sifat Allah, karena merasa keberatan dengan hal tersebut. Maka Ibnu 'Abbās berkata, “Apa yang dikhawatirkan oleh mereka itu? Mereka mau mendengar dan menerima ketika dibacakan ayat-ayat yang muḥkamāt (jelas pengertiannya), tapi mereka keberatan untuk menerimanya ketika dibacakan ayat-ayat yang mutasyābihāt (sulit dipahami).” Selesai.


Ketika orang-orang Quraisy mendengar Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam menyebut “Ar Raḥmān”, mereka mengingkarinya. Maka terhadap mereka itu, Allah menurunkan firman-Nya, “Dan mereka kafir terhadap Ar Raḥmān.” [QS. Ar-Ra'd: 30].


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Dinyatakan tidak beriman, karena mengingkari (menolak) sebagian dari nama-nama dan sifat-sifat Allah.


2.    Tafsir ayat yang terdapat dalam surah Ar-Ra’d.


3.    Tidak menyampaikan kepada manusia hal-hal yang tidak bisa dipahami oleh mereka.


4.    Penyebabnya adalah karena hal itu bisa mengakibatkan mereka mendustakan Allah dan Rasul-Nya, meskipun ia tidak bermaksud demikian.


5.    Ibnu 'Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā menolak sikap orang yang merasa keberatan ketika dibacakan sebuah hadis yang berkenaan dengan sifat Allah dan menyatakan bahwa sikap tersebut bisa mencelakakan dirinya.








Bab: [Ingkar Terhadap Nikmat Allah] 


Firman Allah Ta’ālā, “Mereka mengetahui nikmat Allah (tetapi] kemudian mereka mengingkarinya, dan sungguh kebanyakan mereka adalah kufur (terhadap nikmat tersebut).” [QS. An-Naḥl: 83].


Mujāhid mengatakan bahwa maksud ayat itu adalah: “Kata-kata seseorang, 'Ini adalah harta kekayaan yang aku warisi dari nenek moyangku'.” 


Aun bin Abdullah mengatakan, “Yakni kata mereka, ‘kalau bukan karena si polan, tentu tidak akan menjadi begini'.” 


Ibnu Qutaibah berkata, “Mereka mengatakan, 'Ini adalah sebab syafaat sembahan- sembahan kami'.” 


Setelah membahas hadis Zaid bin Khālid yang di dalamnya terdapat sabda Nabi, “Sesungguhnya Allah berfirman, 'Pagi ini sebagian hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir…,” sebagaimana yang telah disebutkan di atas, Abul-'Abbās (Ibnu Taimiyah) mengatakan, “Hal ini banyak terdapat dalam Al-Qur`ān maupun Sunnah; Allah Subḥānahu wa Ta’ālā mencela orang yang menyekutukan-Nya dengan menisbahkan nikmat yang telah Dia berikan kepada selain-Nya.” 


Sebagian ulama salaf mengatakan, “Hal itu (bentuk kekufuran nikmat) adalah seperti ucapan mereka: anginnya bagus, nahkodanya cerdik, pandai, dan ucapan-ucapan semisalnya, yang biasa muncul dari ucapan banyak orang.” 


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Penjelasan tentang orang yang mengetahui nikmat Allah dan mengingkarinya.


2.    Mengingkari nikmat ini sering terjadi dalam ucapan banyak orang.


3.    Ucapan seperti ini dianggap sebagai pengingkaran terhadap nikmat Allah.


4.    Adanya dua hal yang kontradiksi (mengetahui nikmat Allah dan mengingkarinya), bisa terjadi dalam diri manusia.





Bab: [Larangan Menjadikan Sekutu Bagi Allah] 


Firman Allah Ta’ālā, “Maka janganlah kamu membuat sekutu untuk Allah padahal kamu mengetahui (bahwa Allah adalah Maha Esa].” [QS. Al-Baqarah: 22].


Ibnu 'Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā dalam menafsirkan ayat tersebut mengatakan, “Makna membuat sekutu untuk Allah adalah perbuatan syirik, suatu perbuatan dosa yang lebih sulit dikenali daripada semut kecil yang merayap di atas batu hitam, pada malam hari yang gelap gulita.” Yaitu seperti ucapan Anda, “Demi Allah dan demi hidupmu, wahai polan, juga demi hidupku.” 


Atau seperti ucapan, “Kalau bukan karena anjing ini, tentu kita didatangi pencuri-pencuri itu.” 


Atau seperti ucapan, “Kalau bukan karena angsa yang di rumah ini, tentu kita didatangi pencuri-pencuri tersebut.” 


Atau seperti ucapan seseorang kepada kawannya, “Ini terjadi karena kehendak Allah dan kehendakmu.” 


Atau seperti ucapan seseorang, “Kalaulah bukan karena Allah dan si polan.” 


Oleh karena itu, janganlah Anda menyertakan” si polan” dalam ucapan-ucapan di atas, karena bisa menjatuhkan Anda dalam kesyirikan. “(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ḥātim).


Umar bin Al-Khaṭṭāb raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang bersumpah dengan menyebut selain Allah, maka ia telah berbuat kekafiran atau kemusyrikan.” (HR. Tirmizi, dan ia katakan sebagai hadis hasan, serta dinyatakan sahih oleh Al-Ḥākim).


Ibnu Mas'ūd raḍiyallāhu ‘anhu berkata, “Sungguh bersumpah bohong dengan menyebut nama Allah, lebih aku sukai daripada bersumpah jujur tetapi dengan menyebut nama selain-Nya.” 


Ḥużaifah raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mengatakan, ‘Atas kehendak Allah dan kehendak si polan’, tapi katakanlah, ‘Atas kehendak Allah kemudian atas kehendak si polan'.” (HR. Abu Daud dengan sanad sahih).


Diriwayatkan dari Ibrāhīm An Nakha'iy bahwa ia melarang ucapan, “Aku berlindung kepada Allah dan kepadamu” , tetapi ia memperbolehkan ucapan: “Aku berlindung kepada Allah, kemudian kepadamu” , serta ucapan: “Kalau bukan karena Allah kemudian karena si polan” , dan ia tidak memperbolehkan ucapan: “Kalau bukan karena Allah dan karena si polan”.



Tulisan Terbaru

Menjaga Shalat dan Kh ...

Menjaga Shalat dan Khusyuk dalam Melaksanakannya

Menjampi Air Termasuk ...

Menjampi Air Termasuk Ruqyah Yang Syar'i