Bersikaplah Adil, Wahai Suami!
Muqodimah
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa
sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya. Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam,
bersabda,
“Siapa saja orangnya yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung
kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam
keadaan sebagian tubuhnya miring.”
Takhrij Hadits Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud (no.
2133), an-Nasa’i (2/157), Tirmidzi (1/213), ad-Darimi (2/143), Ibnu
Majah (1969), Ibnu Abi Syaibah (2/66/7), Ibnul Jarud (no. 722), Ibnu
Hibban (no. 1307), al-Hakim (2/186), al-Baihaqi (7/297), ath-
Thayalisi (no. 2454), dan Ahmad (2/347, 471) melalui jalur Hammam
bin Yahya, dari Qatadah, dari an-Nadhr bin Anas, dari Basyir bin
Nuhaik, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma.
4
Di dalam Sunan at-Tirmidzi, hadits di atas diriwayatkan dengan
lafadz,
“Apabila seorang laki-laki memiliki dua istri namun tidak berlaku adil
di antara keduanya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam
keadaan sebagian tubuhnya miring.”
Asy-Syaikh al-Albani mengatakan, “Al-Hakim menghukumi hadits ini
sahih berdasarkan syarat asy-Syaikhain (al-Bukhari & Muslim). Adz-
Dzahabi dan Ibnu Daqiqil ‘Ied sepakat dengan al-Hakim,
sebagaimana dinukilkan oleh al-Hafizh dalam at-Talkhis (3/201) dan
beliau pun menyepakatinya.
Al-Hafizh t menambahkan bahwa al-Imam at-Tirmidzi menghukumi
hadits ini gharib padahal beliau sendiri menyatakannya sahih. Abdul
Haq mengatakan, ‘Hadits ini tsabit, namun ada cacatnya, yaitu
Hammam sendirian meriwayatkannya.’
Asy-Syaikh al-Albani mengatakan, “Cacat semacam ini tidak
membuat hadits menjadi lemah. Oleh karena itu, para ulama secara
berturut-turut menyatakannya sahih.” (Silsilah ash- Shahihah no.
2017, al-Albani)
5
Islam Menjunjung Nilai-Nilai Keadilan
Islam sangat menjunjung nilai-nilai keadilan. Bahkan, keadilan menjadi salah satu pilar penting bagi seorang hamba untuk mewujudkan bangunan Islam. Sikap adil, menurut asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah, adalah menunaikan hak-hak yang wajib dan memenuhi hak bagi yang memilikinya.
Ada juga yang memaknai adil sebagai sikap menentukan hukum sesuai dengan Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam,, bukan semata-mata berdasarkan akal pikiran. Dalam memutuskan perkara, keadilan mesti menjadi landasan berpijak. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, bersabda,
“Apabila kalian memutuskan hukum maka bersikaplah adil!” (Dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah [no. 469])
Bahkan, bagi orang tua, sikap adil haruslah mendasari setiap perhatian kepada anaknya. Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu pernah bercerita, “Aku pernah diberi sesuatu oleh ayahku. ‘Amrah bintu Rawahah (ibunya) lantas berkata (kepada ayahku), ‘Aku tidak
6
rela (dengan pemberian ini) sampai engkau meminta persaksian dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam,.’ Lantas ayahku menemui Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, dan menyampaikan, ‘Sesungguhnya aku memberi sesuatu kepada salah seorang anakku, anak dari ‘Amrah bintu Rawahah.
Amrah menuntutku untuk meminta Anda sebagai saksi, wahai Rasulullah.’ Rasulullah bertanya, ‘Apakah engkau memberi seluruh anakmu seperti yang engkau berikan kepada anak itu?’ Ayahku menjawab, ‘Tidak.’ Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, bersabda,
‘Bertakwalah kalian kepada Allah dan bersikaplah adil di antara anak-anak kalian!’
Akhirnya ayahku pulang dan mengambil kembali pemberian itu.” (HR. Bukhari 5/2587)
Mengenai bentuk-bentuk keadilan, asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al- ‘Utsaimin rahimahullah pernah menjelaskannya berkenaan dengan ayat Allah Subhanahu wata’ala di dalam surat an-Nahl, yaitu firman -Nya,
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(an-Nahl: 90)
Beliau menerangkan , “Kewajiban hamba adalah bersikap adil terhadap diri sendiri, keluarga, dan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya. Bersikap adil terhadap diri sendiri artinya tidak memaksakan diri untuk melakukan hal-hal yang tidak diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Bahkan, ia pun harus memerhatikan diri sendiri saat melakukan kebaikan, dengan cara tidak melakukannya melebihi batas kemampuan. Oleh sebab itu, saat Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu ‘anhuma menyatakan, ‘Aku akan berpuasa terus dan tidak akan berbuka. Aku akan shalat malam terus dan tidak akan tidur’, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, memanggilnya dan melarang hal itu. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
8
‘Sesungguhnya dirimu sendiri memiliki hak, Rabbmu juga memiliki hak, dan keluargamu pun memiliki hak. Maka dari itu, berikanlah hak masing-masing.’
Demikian juga seorang suami, ia harus bersikap adil di tengah-tengah keluarga. Siapa saja yang memiliki lebih dari satu istri, ia harus bersikap adil di antara para istrinya. Sebab, seorang suami yang lebih cenderung kepada salah satu istri, ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan miring sebelah tubuhnya.
Sikap adil juga wajib diwujudkan di antara anak-anak. Jika Anda memberi satu real kepada salah seorang di antara mereka, berikan juga senilai itu kepada yang lain. Jika engkau memberi dua real kepada anak laki-laki, berikanlah satu real kepada anak perempuan. Jika engkau memberikan satu real kepada anak laki-laki, berikanlah setengah real kepada anak perempuan.
Bahkan, ulama salaf memerhatikan sikap adil di antara anak-anak dalam hal ciuman. Jika ia mencium anaknya yang masih kecil sementara kakaknya ada di situ, ia pun menciumnya juga. Jadi, ia tidak membeda-bedakan di antara mereka dalam hal ciuman. Demikian juga dalam hal berbicara, Jangan sampai Anda berbicara dengan seorang anak dengan nada yang kasar, sedangkan kepada anak yang lain dengan nada yang lembut. Sikap adil harus juga
9
dijunjung kepada orang-orang yang berhubungan dengan kita. Jangan Anda berpihak kepada seseorang hanya karena ia adalah kerabat, orang kaya, orang fakir, atau seorang teman. Jangan berpihak kepada seseorang, semua orang sama kedudukannya.
Sesungguhnya para ulama rahimahumullah mengatakan, ‘Harus bersikap adil kepada dua orang yang sedang berseteru, jika mereka berhukum kepada seorang hakim, dalam hal tutur kata, perhatian, pembicaraan, tempat duduk, dan cara masuknya. Jangan engkau memandang kepada salah satunya dengan pandangan marah, namun kepada yang lain dengan pandangan senang.
Jangan engkau berbicara dengan nada lembut kepada salah seorang di antara mereka, namun kepada yang lain sebaliknya. Jangan sampai Anda bertanya kepada salah seorang di antara mereka, ‘Apa kabarmu? Apa kabar keluargamu? Bagaimana kabar anak-anakmu?’, namun orang kedua engkau biarkan tanpa pertanyaan. Bersikaplah adil di antara keduanya. Sampai serinci ini. Demikian juga dalam hal tempat duduk. Jangan Anda mempersilakan salah seorang darinya duduk dekat di sebelah kananmu sementara yang lain berada jauh darimu.
Namun, posisikan mereka berdua di hadapanmu dalam garis yang sama. Bahkan, jika ada seorang muslim bertengkar dengan orang kafir di hadapan seorang hakim, ia harus bersikap adil
10
di antara keduanya dalam pembicaraan, cara memandang, dan posisi duduk. Jangan sampai ia mengatakan kepada si muslim, ‘Kemarilah!’ sementara si kafir diposisikan jauh. Namun, ia harus memberikan tempat yang sama. Kesimpulannya, sikap adil harus dijunjung dalam segala hal. (Syarah Riyadhus Shalihin, al-Utsaimin)
Bersikap Adil kepada Istri
Asy-Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad menerangkan makna hadits di atas, “… Dengan bersikap adil kepada para istri dalam hal giliran bermalam, nafkah, dan pergaulan. Adapun perasaan yang ada di dalam hati, hal ini di luar kemampuan manusia dan dikembalikan kepada Allah Subhanahu wata’ala. Meski demikian, seorang suami tidak boleh bersikap lebih cenderung kepada istri yang paling ia sayangi dan cintai. Ia harus bersikap adil dalam hal giliran bermalam, nafkah, dan segala sesuatu yang ia mampu.
Adapun perasaan di hati, tidak ada yang mampu menentukannya selain Allah Subhanahu wata’ala. Akan tetapi, tidak sepantasnya seorang suami lebih condong kepada salah seorang istrinya. Yang seharusnya ia lakukan adalah memenuhi hak masing-masing tanpa menyakiti istri yang lain.
Membagi di antara istri dilakukan sebatas kemampuan yang ia miliki. Jika ada kecenderungan kepada salah seorang istri,
11
hendaknya ia tetap bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala agar sikap tersebut tidak mendorongnya untuk menghilangkan atau mengurangi hak istri lainnya, atau hanya memberikan sedikit saja dari hak mereka padahal ia mampu.
Kewajiban suami adalah bersikap adil dan seimbang di antara para istri.”
Asy – Syaikh Abdu l Muhsin melanjutkan, “Abu Dawud membawakan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu di atas untuk menunjukkan bahwa balasan yang diperoleh seorang hamba sesuai dengan jenis amalan yang ia perbuat.
Pada hari kiamat kelak, ia datang dengan sebelah tubuh yang miring karena saat di dunia ia lebih condong kepada salah seorang istri. Hal ini berlaku pada hal-hal yang sebenarnya ia mampu untuk bersikap adil, namun ia justru bersikap tidak sepantasnya. Orang semacam ini akan datang pada hari kiamat kelak dengan sebelah tubuh yang miring.” (Syarah Abu Dawud, al-Abbad)
Oleh sebab itu, seorang muslim yang memiliki lebih dari seorang istri harus benar-benar berjuang untuk bersikap adil. Alangkah beratnya hukuman dari Allah Subhanahu wata’ala yang harus dijalani pada hari kiamat nanti apabila sikap adil tersebut tidak diupayakan dengan maksimal. Dalam hal-hal yang dapat
12
diberlakukan sikap adil, seorang suami harus mampu memberikannya.
Apabila kepada salah seorang istri ia dapat bersikap romantis dengan kata-kata dan wajah berseri, kepada istri yang lain pun harus bersikap demikian. Memberikan waktu senggang untuk berbincang-bincang harus dapat terwujud kepada semua istri. Hadiah tidak hanya diberikan kepada salah seorang istri, namun kepada seluruh istri. Demikian pula halnya perhatian kepada anak-anaknya, haruslah sama antara anak dari istri yang satu dengan istri lainnya.
Perhatikanlah teladan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam! Betapa pun dirasa berat, beliau tetap berjuang untuk bersikap adil. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, tetap memerhatikan waktu menggilir meskipun beliau sedang sakit. Padahal keadaan beliau benar-benar payah. Al – Imam al – Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari ‘Aisyah Rhadiyallahu ‘anhum bahwa pada saat sakit yang berujung wafatnya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam selalu menanyakan,
نَا غَدًا
“Di manakah aku besok? Di manakah aku besok?”
13
Beliau berharap di rumah Aisyah radhiyallahu ‘anha. Istri-istri beliau yang lain pun mengizinkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berada di rumah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha sampai meninggalnya. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata kepada Urwah bin az-Zubair rahimahullah, “Dahulu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tidak melebihkan salah seorang di antara kami (para istri) dalam jadwal giliran bermalam.
Dahulu, kebiasaan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, jarang sekali hari berlalu kecuali beliau pasti berkeliling di antara kami semua. Beliau mendekati tiap istri tanpa berhubungan sampai pada istri yang memiliki giliran lalu menginap (bermalam) di sana. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, ”Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di antara ulama tentang wajibnya menggilir dan kesamaan waktu untuk menggilir di antara para istri.”
Adapun dalam hal besar kecilnya rasa cinta dan
ketertarikan untuk berhubungan badan, hal ini di luar kemampuan
hamba. sebagaimana tercelanya orang yang memakai dua potong
pakaian kedustaan(al-Minhaj, 14/336)
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memberikan permisalan seperti dalam hadits di atas agar para perempuan menjauhi perbBertwakkal Kepada Allah
[ Indonesia ﺪ – Indonesian – [ ن ونييس
Muhammad bin Abdullah bin Mu’aidzir
Terjemah : Muzaffar Sahidu
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2012 - 1433
Bertwakkal Kepada Allah
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, Yang mencukupkan segala perkara orang-orang yang bertaqwa:
"Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan) nya"(QS. Al-Thalaq: 3)
Dia telah memeritnahkan kekasihNya dan manusia pilihanNya serta seluruh orang yang beriman untuk bertawakkal kepadaNya:
" Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." (QS. Ali Imron: 159)
Kami memuji Allah dan memohon pertolongan kepadaNya… dan kami belindung denganNya dari kejahatan diri kami dan keburukan perbuatan kami. Barangsiapa yang telah
4
diberikan petunjuk oleh Allah maka tiada sorangpun yang mampu memberikannya petunjuk dan barangsiapa yang disesatkannya maka tiada seorangpun yang menjadi penolong dan penunjuk jalan baginya. Amma Ba’du:
Allah telah menjamin dan berjanji kepada orang yang bertawakal kepadaNya untuk diberikan kecukupan. Makhluk ini adalah ciptaanNya dan semua urusan ada di tanganNya:
"Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu
hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia." ( QS.
Yasin: 82).
Tawakkal adalah menyerahakn segala urusan kepada Zat yang memiliki segala keputusan bagi semua urusan, yaitu Allah Ta’ala. Hal disebabkan kelemahan seorang hamba untuk mengatur diri mereka sendiri. Tidak ada nafas yang keluar atau masuk kecuali dengan izin Allah. Dan yang kedua adalah karena kesempurnaan ilmu dan kekuasaan Allah.
5
Tawakkal itu tidak bertentangan dengan kewjaiban untuk berusaha, bahkan seorang hamba diharuskan unuk berusaha sebagai sebab dengan syarat agar seorang hamba tidak boleh menggantungkan hati dengannya.
Seorang Badui datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan beliau berkata kepadanya: Dari manakah engkau datang?. “Dari Syam”, jawab orang badui tersebut. “ Apakah dengan berjalan kaki atau dengan berkendaraan?. Tanya beliau kembali. “Berkendaraan”. Jawabnya. “Lalu di manakah kendaraanmu?. Tanya beliau kembali. “Aku meninggalkannya di balik gunung”. Jawabnya. Beliau bertanya kembali: Apakah engkau telah mengikatnya?”. “Tidak aku meninggalkannya lalu bertawakkal kepada Allah”. Jawabnya. “Ikatlah dia lalu bertwakkal kepada Allah”. Perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Maksudnya adalah agar seseorang berusaha mengerjakan sebab-sebab kesuksesan) dan stelahnya baru berserah diri kepada Allah Ta’ala.
Adapan macam-macam takwakkal adalah Pertama: bertawakkal kepada Allah dalam masalah rizki dan ajal. Seorang muslim berkeyakinan bahwa rizki dan ajal telah ditetapkan oleh Allah pada saat dirinya masih berada di dalam perut ibunya.
6
Berdasarkan hadits riwayat Muslim: Sesungguhnya salah seorang di antara kalian dikumpulkan penciptaanya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari, kemuadian dia menjadi segumpal darah dalam masa yang sama seperti itu, kemudian dia berubah menjadi segumpal daging dalam masa yang sama seperti itu, kemudian Allah memerintahkan kepada para malaikat lalu dia diperintahkan untuk menulis empat perkara. Dan dikatakan kepadanya tulislah amal, rizki, ajal dan nasibnya apakah dia sengsara atau bahagia, kemudian barulah ditiupkan ruh kepadanya…”.1
Seorang muslim berkeyakinan bahwa ajalnya tidak akan pernah berkurang walau satu saatpun, dan tidak pula berkurang dari rizkinya walau seukuran atom. Berdasarkan sebuah riwayat dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam: Wahai sekalian manusia, takutlah kepada Allah dan memohonlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya satu jiwa tidak akan mati sehingga dia mengambil rizkinya secara sempurna walau datangnya terlambat (dari harapannya). Bertqwalah kepada Allah dan memohonlah dengan cara yang baik. Ambillah apa-apa yang dihalalkan dan tinggalkanlah apa-apa yang diharamkannya”.2
1 Al-Bukhari, kitab bud’ul khlaq.
2 HR. Ibnu Majah, kitabut tijarat.
7
Jenis-jenis tawakkal adalah bertawakkal kepada Allah saat datangnya musibah. Di dalam hadits qudsi disebutkan bahwa Allah Ta’ala berfirman: Wahai malaikat maut engkau engkau telah mencbut nyawa anak seorang hambaKu?. Engkau telah mencabut nyawa penyejuk pandangannya dan buah hatinya?. Malaikat maut menjawab: Benar”. Allah bertanya: Apa yang dikatakannya?. Malaikat maut menjawab: Dia memuji Allah dan istrija’3Allah Ta’ala berfirman: Buatkanlah baginya sebuah rumah di dalam surga dan sebutlah namanya dengan rumah pujian”.4
Auf bin malik datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan berkata: Sesungguhnya anaku telah ditawan oleh sekolompok kaum. Maka Raslullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Perbanyaklah mengucapkan:
maka diapun mengerjakannya. Lalu musuh terlalai dengan anak yang menjadi tawanan tersebut maka diapun terlepas, dan dia mendapatkan seekor kambing lalu dibawanya kambing tersebut lari bersama dirinya. Allah Ta’ala berfirman:
3 Mengucapkan : إنا لله وإنا إليه راجعون
4 Musnad. Musnad Al kufiyyin. Al-Turmudzi dan redaksi hadits dari Imam Ahmad.
8
"Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari
arah yang tiada disangka-sangkanya". (QS. Al-Thalaq: 2-3).
Makasudan sepantasnya bagi seorang hamba untuk memohon tawakkal kepada Allah Ta’ala berdasarkan hadits:
“Ya Allah anugrahkanlah kepada kami rasa tawakkal yang sebenarnya, Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertawakkal kepadaMu lalu Engkau mencukupkan Aku”.
Dan seorang hamba harus yakin bahwa tetapnya suatu keadaan dalam satu kondisi yang permanent adalah mustahil. Dan di antara kedipan dan pejaman mata Allah menjadikan banyak perubahan dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain.
9
Kita telah berjalan di atas garis yang telah ditetapkan baginya
Barangsiapa yang ditetapkan baginya suatu keadaan, maka dia menjalaninya
Barangsiapa yang tempat kematiannya telah tercatat disebuah negeri
Maka dia pasti tidak akan menemukan kematiannya di negeri yang lain
Orang yang tidak bertwakkal kepada Allah akan sengsara oleh hati dan angan-angan yang bercerai berai, hidup tertekan karena takut dengan masa depan yang suram, bersedih atas masa lalu, tidak rela dengan keadaan dirinya, dada menyempit dan penyakit menghantui. Maha Benar Allah dengan firmanNya:
"Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha
Pemurah (Al Qur'an) Kami adakan baginya setan (yang
menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu
10
menyertainya. (37) Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk".( QS. Al-Zukhruf: 37).
Wahai Tuhanku semua perkara di tanganMu
Semua urusanku telah ku serahkan kepadaMu
Saat diriku tenggelam dalam Lumpur kesulitan
Terombang-ambing terbentur batu-batu raksasa
Adakah asa selain diriMu, saat keresahan menyelimuti
Menghempaskan bahtera kehidupan yang ku lalui
Hanya ini yang dapat aku sampaikan, aku memohon ampunan kepada Allah yang Maha Agung untuk diriku dan kalian semua. Mohonlah ampunanNya…..
11
Khutbah Kedua
Segala puji bagi Allah yang telah mengatur segala urusan hambaNya dengan sempurna dan baik, memudhakan bagi mereka semua fasilitas dan kebutuhan hidup. Maka barangsiapa yang yakin bahwa Dia adalah tuhan yang Maha Kuasa atas segala sesuatu dan berserah diri kepadaNya maka Allah akan mencukupkannya:
"Cukuplah Allah menjadi Pelindun" ( QS. Al-Nisa’: 81)
Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya, yang telah menjanjikan orang-orang yang berserah dirik kepadaNya untuk diberikan kecukupan yang sempurna, sehingga mereka tidak membutuhkan orang lain selian Allah. Ya Allah jadikanlah kebutuhan kami hanya tertuju kepadaMu, bukan kepada selian diriMu, Ya Allah tuhan semesta alam.
Dan aku bersaksi bahwa penghulu dan kekasih kami, Muhamad adalah hamba dan RasulMu…yang telah bersabda dan jujur dalam tutur katanya:
12
"Seandinya kalin bertwakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Dia memberikan kalian rizki sebagaimana Dia telah memberikan rizki kepada burung yang pada waktu paginya pergi dalam keadaan lapar lalu kembali pulang dalam keadaan kenyang”. HR. Ibnu Majah dalam kitab Al-Zuhud.
Ya Allah curahkanlah shalawat dan salamMu serta keberkahan kepada Muhammad dan para shahabatnya sehingga hari kiamat…Amma Ba’du:
Sesungguhnya jika seluruh masyarakat berupaya mengambil langkah-langkah kesuksesan lalu bertwakkal kepada Allah, bukan kepada selain Allah, dan mereka menunaikan segala perintahNya, menjauhi laranganNya, berharap kepadaNya agar ditolong dalam menghadapi segala beban dan tantangan hidup, serta melaksanakan kewajaiban yang semestinya mereka lakukan, mengerahkan segala upaya dan semangat, maka Allah pasti akan mempermudah bagi mereka segala urusan yang sulit, menundukkan segala tantangan, jangan sampai mereka berkata: Kami telah berserah diri kepada Allah dan kita enak-enak duduk di rumah, sebab Allah Ta’ala mengingatkan kita di dalam firamanNya:
“…dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain
apa yang telah diusahakannya”. (QS. Al-Najm: 39).
Wahai sekalian hamba Allah ada tiga kalimat yang menjadi semangat bagi tawakkal dan meminta pertolongan Allah. Barangsiapa yang mengatakannya dengan lisannya, mersapi makna yang terkandung di dalamnya maka sungguh dia telah merealisasikan wujud tawakkal dan kehiudpannya menjadi mantap, yaitu:
"Jika mereka berpaling (dari keimanan) maka katakanlah :
Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya
14
kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki
Arasy yang agung ." (QS. Al-Taubah: 129).
Tiada daya dan uapaya kecuali dengan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.
Kalimat ini termasuk salah satu perbendaharaan surga, yang menyampaikan seorang hamba kepada segala kebaikan. Pada saat seorang hamba telah menyakini bahwa tiada daya bagi seseorang dan tiada kekuatan baginya kecuali dengan izin Allah maka sungguh dia telah melalui jalan yang benar dan diberikan taufik kepada kebenaran yang nyata.
Di satu sisi, jika seorang hamba berpegang teguh kepada tuhannya di dalam segala urusannya, dalam upaya mendatangkan seagala kemaslahatan yang berhubungan dengan urusan agama dan dunianya, maka sungguh dia telah mewujudkan tujuannya untuk mencegah segala kemudharatan dan bahaya. Sebab Allah Ta’ala adalah Zat yang telah menciptakan kita, dan memberikan rizki bagi kita. Dialah yang memberikan kita makan, memberikan kita minum, memberikan kecukupan dan melindungi kita.
15
Bertawakkal kepada Allah adalah tuntutan agama dan keimanan kita yang tak terpisahkan di dalam segala aspek kehidupan kita. Bagaimanapun berlimpahnya harta maka dia pasti akan habis, bagiamanapun panjangnya umur seseorang maka dia pasti berjalan menuju ketuaan, sebuah kekuatan yang besar pasti berjalan menuju kelemahan dan dengan bertwakal kepada Allah akan terwujud segala bentuk kebiakan dan keberkahan.
Hai manusia kamulah yang berkehendak kepada Allah dan Allah
Dia-lah Yang Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu lagi Maha
Terpuji. QS. Fatir: 15.
Setiap kita pasti membutuhkan pemeliharaan TuhanNya, sangat menginginkan pertolongan dan nikmatNya di dalam segala perkara hidup. Allah Ta’ala menegaskan di dalam firmanNya:
"Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya" QS. Al-Buruj :
16.
Maka tidak perkara apapun yang sulit bagi Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman:
“…dan bila Dia berkehendak untuk menciptakan sesuatu, maka
(cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah". Lalu
jadilah ia. QS. Al-Baqarah: 117.
Semua perkara yang ditentukannya terjadi dengan kata “ ”كُن
Dan sesungguhnya Allah Ta’ala Maha Mengetahui segala kemaslahatan yang tidak kita ketahui, Dia Maha Kuasa mengukur apa yang tidak mampu kita ukur, Dia Maha berkehendak apa yang tidak bisa kita wujudkan dengan kehendak kita, Dia Maha Kuat terhadap perkara yang tidak mampu kita wujudkan, dan Dialah yang menjaga hamba dari segala keburukan.
17
Maka tidak ada hal yang perlu bagi makhluk ini kecuali memutuskan harapannya terhadap manusia dan hanya berserah diri kepada Allah serta memohon kepada Allah segala kebutuhanNya:
Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah
adalah kekal. QS. Al-Nahl: 96.
Seorang hamba yang selalu bertawakal kepada Allah, akan mendapat penjagaan yang sempurna dariNya, dimudahkan segala urusanNya. Alangkah indahnya sebuah kehidupan dengan segala apa yang telah ditaqdirkan. Hendaklah kita menjadi pribadi yang selalu berserah diri kepada Allah:
"Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya
18
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu". (QS.
Al-Thalaq: 3).
Semoga Allah memberikan keberkahan bagiku dan kalian semua dengan Al-Qur’an yang agung ini, dan semoga Dia berkenan memberikan manfaat bagi diriku dan kalian semua dengan ayat-ayat yang jelas yang terdapat di dalamnya. Ya Allah curahkanlah kasih sayangMu kepada kami semua, sesungguhnya Engkaulah Tuhan yang Maha Penyayang. Janganlah timpakan siksaMu kepada kami sesungguhnya Dirimu Maha Kuasa dengannya, jadikanlah kami orang-orang yang berserah diri kepadaMu, yang berlindung dengan Zat-Mu, yang berpegang teguh dengan syari’atMu, yang berpegang dengan kekuatan dan kekuasaanMu.uatan tersebut, karena akibat yang ditimbulkannya tidaklah remeh. Perbuatan itu bisa merusak hubungan suami dengan
14
si madu yang dipanas-panasi dan bisa membuat kebencian di antara keduanya, sehingga perbuatan tersebut seperti sihir yang bisa memisahkan antara suami dan istrinya. (Fathul Bari 9/394—395) Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.