Beginikah Kondisi Umat
Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, kami
memuji -Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada -Nya,
kami berlindung kepada -Nya dari kejahatan diri-diri kami dan
kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah
Shubhanahu wa ta’alla beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat
menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah Shubhanahu wa
ta’alla sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya
petunjuk.
Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak
diibadahi dengan benar kecuali Allah Shubhanahu wa ta’alla
semata, yang tidak ada sekutu bagi -Nya. Dan aku juga bersaksi
bahwasannya Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul -Nya.
Amma Ba'du: Pembahasan ini masih berkaitan tentang
pertanyaan yang muncul ketika melihat kemunduran yang
menimpa umat Islam sekarang ini, yaitu:
Apakah musibah yang menimpa umat karena memang
tidak ada obat manjur yang mampu mengangkat pangkal
penyakitnya? Ataukah musibah yang menimpanya disebabkan
tidak adanya dokter mumpuni yang mampu untuk mendeteksi
penyakit secara berkala? Ataukah musibah ini menimpa
4
dikarenakan faktor tidak mempannya obat yang telah
dikonsumsinya?
Adapun yang pertama tidak diragukan lagi, sudah ada
solusinya, karena obat penawar sejatinya sudah ada dan hasilnya
pun dijamin manjur, dengan catatan bagus cara mengambilnya,
dan tepat dalam mengkonsumsinya. Yaitu seperti telah
disinggung oleh Allah ta'ala didalam firman -Nya:
"Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan
kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyi kan, dan
banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang
kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti
keridhaan -Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula)
Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada
cahaya yang terang benderang dengan seizing -Nya, dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus". (QS al-Maa-idah: 15-16).
5
Demikian pula ketika Allah ta'ala menyatakan
"Dan Kami turunkan dari al-Qur'an suatu yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur'an itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian". (QS al-Israa': 82).
Kitab suci al-Qur'an yang terkandung didalamnya sebagai penjelas
segala sesuatu, pembeda segala sesuatu, mengabarkan berita dari
generasi pertama sampai yang terakhir, tentang penciptaan langit
dan bumi. Kitab yang terpancar dari dalamnya cahaya dan
petunjuk, rahmat dan obat. Maka marilah kita coba banyak
mengambil manfaat darinya!?
Kitab Allah tabaraka wa ta'ala yang tersimpan
didalamnya berita dari generasi sebelum kalian, dan kabar orangorang
setelah kalian, terkandung hukum untuk kalian, sebagai
kitab yang membedakan bukan omong kosong, maka barangsiapa
yang meninggalkannya karena kesombongannya niscaya Allah
Shubhanahu wa ta’alla binasakan dirinya, dan barangsiapa
mencari hidayah melalui perantara selain kitab suci ini niscaya
Allah Shubhanahu wa ta’alla akan sesatkan dirinya.
6
Kitab suci yang diturunkan sebagai tali Allah Shubhanahu
wa ta’alla yang sangat kuat, pengingat yang arif, serta pemberi
petunjuk pada shirotol mustaqim. Kitab suci yang tidak timpang
terhadap hawa nafsu, yang membikin para ulama selalu merasa
kurang untuk terus menggali makna yang terkandung
didalamnya, tidak diciptakan dengan banyak celaan, tidak pernah
habis keajaibannya, barangsiapa berbicara dengannya niscaya
dirinya akan jujur, barangsiapa berhukum padanya niscaya dia
akan berlaku adil, dan bagi siapa yang mencoba membantahnya
niscaya dirinya akan terkalahkan, dan barangsiapa mengajak
kepada ajarannya niscaya akan diberi petunjuk kepada jalan yang
lurus.
Itulah al-Qur'anul Karim, dimana Allah Shubhanahu wa
ta’alla menyatakan didalam firman -Nya:
"Dan sesungguhnya al-Qur'an itu adalah kitab yang mulia. Yang
tidak datang kepadanya (al-Qur'an) kebatilan baik dari depan
maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha
Bijaksana lagi Maha Terpuji". (QS Fush Shilat: 41-42).
7
Sebuah kitab suci yang tidak datang kepadanya kebatilan dari
arah manapun, dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla telah
menantang seluruh makhluk baik dari kalangan jin maupun
manusia untuk mendatangkan yang serupa dengan al-Qur'an,
maka tidak ada seorangpun diantara mereka yang sanggup untuk
membuatnya dan pasti tidak akan bisa walaupun mereka saling
bersekutu. Seperti ditegaskan oleh Allah ta'ala didalam firman -
Nya:
"Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul
untuk membuat yang serupa al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak
akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun
sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".
(QS al-Israa': 88).
Dan manakala makhluk diciptakan dengan keadaan bisa
menidap penyakit maka Allah Shubhanahu wa ta’alla
menurunkan bagi mereka obat penawar dan memberi
kemudahan, untuk itu bagi mereka, kemudian berjanji untuk
8
menjaganya dan tidak mungkin hilang dari mereka, itulah al-
Qur'an, dimana Allah menyatakan didalam firman -Nya:
"Sesungguhnya Kami -lah yang menurunkan al-Qur'an, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya". (QS al-Hijr: 9).
Maka al-Qur'an adalah obat dari segala macam jenis penyakit,
baik penyakit syahwat maupun penyakit syubhat. Allah ta'ala
menyatakan didalam firman -Nya:
"Katakanlah: "Al-Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi
orang-orang mukmin". (QS Fushshilat: 44).
Ini solusi pertama berkaitan tentang penyakit dan obatnya.
Kemudian bagaimana dengan dokter dan pasiennya?
Sesungguhnya problem yang ada di kedua masalah tadi
betul-betul tidak mudah terdeteksi. Karena bisa jadi dokternya
juga sakit, sedangkan pasiennya merasa kalau dirinya bugar, sehal
wal afiat, lalu kapan keduanya bisa bertemu? Dan jika keduanya
bertemu apakah keduanya bisa mengambil faidah satu sama lain
9
guna menghilangkan masalahnya, dan bisa sembuh dari sakitnya?
Kita menyadari betapa banyak orang yang sakit tapi masih sedikit
dokter yang bisa menanganinya!
Apakah para dokter merasa kalau tanggung jawab
berada di pundak mereka untuk mengatasi para pasien tadi,
dengan mengajak pada kebaikan, menyuruh pada perkara yang
ma'ruf dan mencegah mereka dari perkara mungkar? Bukankah
Allah Shubhanahu wa ta’alla telah menyinggung hal itu didalam
firman -Nya:
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang
beruntung". (QS al-Imraan: 104).
Apakah sang dokter merasa yakin dengan keagungan risalah yang
dipegangi agar dirinya bekerja dengan penuh keikhlasan dan
datang pada masa yang tepat? Allah Shubhanahu wa ta’alla
menyatakan didalam firman -Nya:
10
"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan
berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
menyerah diri?". (QS Fushshilat: 33).
Apakah secara pribadi seorang alim merasa dirinya siap
serta bersemangat untuk bertempur di medan dakwah untuk
mengajak umat pada kebaikan, menyelamatkan mereka dari
kegelepan menuju cahaya yang terang benderang, dari kerusakan
menuju kebaikan, dari kebodohan menuju ilmu, dari keraguan
menuju keyakinan, dari kesesatan menuju jalan yang lurus?
Dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla menegaskan didalam firman
-Nya:
"Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang
nyata, Maha suci Allah, dan aku bukan termasuk orang-orang
yang berbuat kesyirikan". (QS Yusuf: 108).
11
Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga
pernah menjelaskan keutamaan mengajak orang dalam kebaikan
dalam sabdanya:
"Sungguh engkau menjadi perantara seseorang mendapat
hidayah dari Allah itu lebih baik bagimu dari pada harta yang
paling mewah sekalipun". HR Bukhari no: 3009. Muslim no: 2406.
Apakah seorang alim telah menyadari jika dirinya akan
bertanggung jawab dihadapan Rabbnya kelak tentang ilmu yang
dimilikinya yang sudah diamalkan? Allah Shubhanahu wa ta’alla
menyatakan didalam firman -Nya:
"Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan
kepadanya al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata
kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembahpenyembahku
bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia
berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena
kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap
mempelajarinya". (QS al-Imraan: 79).
Apakah ilmunya sudah diamalkan? Apakah telah
disampaikan atau justru disembunyikan? Allah Shubhanahu wa
ta’alla mengancam bagi mereka yang punya ilmu namun
disembunyikan dengan firman -Nya:
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang
telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas)
dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia
dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh
semua (mahluk) yang dapat mela'nati, kecuali mereka yang telah
taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan
(kebenaran), maka terhadap mereka itulah aku menerima
13
taubatnya dan Akulah yang Maha menerima taubat lagi Maha
Penyayang". (QS al-Baqarah: 159-160).
Sadarkah betapa besar kedudukan agama yang diyakini oleh sang
alim serta betapa agungnya. Allah Shubhanahu wa ta’alla
menyatakan dalam firman Nya:
"(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah
orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan
berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan
rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran". (QS az-Zumar: 9).
Apakah sang alim mengetahui kedudukan ini sehingga mampu
menunaikan haknya? Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan
dalam firman -Nya:
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan -Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk". (QS an-Nahl:
125).
Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi,
sedangkan para Nabi hanya mewariskan ilmu maka pelajarilah
ilmu. Kemudian, apakah sang alim mempelajari ilmunya karena
mengharap wajah Allah Shubhanahu wa ta’alla? Selanjutnya,
apakah didalam mengajarkan ilmu juga karena mengharap Allah
Shubhanahu wa ta’alla tidak menginginkan balasan dan rasa
penghormatan melainkan dari Rabbnya, karena inilah metode
yang ditempuh oleh para Nabi. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah
ta'ala didalam firman -Nya:
"Dan (dia berkata): "Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda
kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah
dari Allah". (QS Huud: 29).
Sesungguhnya berbudi pekerti yang luhur hampir sama
kedudukannya dengan pahala puasa dan orang yang sholat
malam. Apakah sang alim telah berhias dengan akhlak yang indah
didalam ucapannya, didalam keterangannya, dan didalam
pembelajarannya? Sesungguhnya akhlak jelek yang ada
disebagian orang bisa hilang dengan cara sindiran bukan dengang
terang-terangan, dengan cara kasih sayang dan lemah lembut
bukan dengan umpatan dan cara yang kasar. Apakah hal ini sudah
disadari oleh sang alim? Allah ta'ala menyebutkan didalam firman
-Nya:
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
16
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada -Nya". (QS al-Imraan:
159).
Oleh karena itu, tidak boleh seseorang untuk menyuruh
pada yang ma'ruf dan mencegah perbuatan mungkar kecuali telah
terkumpul padanya tiga kriteria didalam dirinya:
1. Hendaknya ia mempunyai ilmu dengan apa yang akan
diperintahnya, dan mempunyai ilmu dengan apa yang akan
dia larang.
2. Hendaknya dia adil didalam apa yang akan diperintah dan
akan dilarangnya.
3. Dan hendaknya dia berlaku lemah lembut ketika menyuruh
dan melarangnya.
Sesungguhnya tidak ada kebaikan dalam ilmu yang tidak
diwujudkan dalam amal nyata, apakah orang yang punya ilmu
telah mengamalkan ilmunya?
Tidak menyuruh suatu perkara melainkan dirinya telah
mengerjakannya, tidak pula melarang sesuatu melainkan setelah
dirinya menjadi orang pertama yang menjauhinya. Dan Allah
Shubhanahu wa ta’alla mencela orang-orang yang pekerjaannya
menyuruh tapi melupakan dirinya sendiri, didalam firman -Nya:
"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu
menyatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu menyatakan apa-apa yang
tidak kamu kerjakan". (QS ash-Shaaf: 2-3).
Seorang yang punya ilmu namun tidak dibarengi dengan amalan
maka nasehat yang diberikan tidak membekas dalam hati,
bagaikan air hujan yang menimpa batu karang.
Ketahuilah akan bahaya tergesa-gesa didalam memberi
fatwa, apakah seorang yang berilmu merasa selalu diawasi oleh
Allah Shubhanahu wa ta’alla manakala sedang memberi fatwa?
Maka jika dirinya paham betul baru mengeluarkan fatwa, bila
dirinya merasa ragu maka katakan saya tidak tahu, dan bila tidak
paham maka berikan pada yang lebih mengetahuinya. Allah
Shubhanahu wa ta’alla menyatakan didalam firman -Nya:
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya". (QS al-Israa': 36).
Ilmu sejati ialah yang melahirkan rasa takut dan takwa
kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla. Lalu apakah telah nampak
efek positif dalam diri seorang yang berilmu baik dari segi
bicaranya, tingkah lakunya, penampilannya, diam dan geraknya,
tinggal dan naik kendaraanya? Karena Allah Shubhanahu wa
ta’alla menyatakan didalam firman -Nya:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba
-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun". (QS Faathir: 28).
Oleh karena itu, mari kita ikhlaskan niat karena Allah Shubhanahu
wa ta’alla semata, dan kita sematkan pada diri kita dengan budi
pekerti yang luhur, kita kerjakan ilmu yang telah kita miliki, lalu
bertakwa kepada -Nya dan merasa takut kepada -Nya, kemudian
berbicaralah pada manusia sesuai daya pemahaman mereka.
19
Allah Shubhanahu wa ta’alla menjelaskan perintah ikhlas didalam
firman -Nya:
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada -Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus".
(QS al-Bayyinah: 5).
Ya Allah berilah kami petunjuk pada jalan yang lurus.
Ini baru menyoal tentang dokternya, sekarang
bagaimana dengan pasiennya? Barangkali kita bertanya-tanya,
apakah memang penyakitnya yang kebal terhadap obat dan
pasiennya susah untuk menelan obatnya?
Lantas bagaimana kok dirinya tenang-tenang saja, hidup dalam
keadaan tidak sehat dan berpenyakit, hidup dalam keadaan
tersesat tidak mendapat petunjuk, hidup dalam keadaan bodoh
jauh dari ilmu? Apakah dirinya menyadari kalau sejatinya sedang
sakit? Apakah dia mengetahui kalau dirinya sedang tersesat?
20
Apakah dia sadar kalau dirinya sedang lalai? Sekali-kali tidak,
sungguh dirinya tidak mengeluhkan apa-apa dari itu semua.
Dan inilah yang dinamakan maksiat! apakah dirinya telah
mengetahui Rabbnya secara benar? Apakah dia telah mengenal
Nabinya dengan sesungguhnya? Apakah dia sudah mengenal
dirinya sendiri dengan benar? Demi Allah, kalau seandainya dia
mengenali itu semua dengan sesungguhnya dapat dipastikan pasti
engkau akan menjumpainya dengan izin Allah Shubhanahu wa
ta’alla dalam keadaan mentaati -Nya tidak berbuat maksiat,
dalam keadaan beriman, tidak fasik, dalam keadaan lurus berjalan
tidak belak-belok. Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan
didalam firman -Nya:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan ayat-ayat -Nya bertambahlah iman mereka
21
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada
mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenarbenarnya.
mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian
di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia".
(QS al-Anfaal: 2-4).
Kebodohan bisa diatasi dengan ilmu, akan tetapi orang
yang paling bodoh ialah seseorang yang bodoh tapi tidak
menyadari kalau dirinya bodoh, itulah yang dinamakan dengan
bodoh kwadrat, yang hendaknya jangan pernah engkau berpaling
padanya, atau punya keinginan untuk sekedar berbincang
dengannya, karena dirinya akan memandangmu bodoh
dihadapannya. Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan didalam
firman -Nya:
"Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah
membatu hatinya untuk mengingat Allah". (QS az-Zumar: 22).
Sungguh besi saja bisa terbelah oleh batu, dan besi bisa
leleh oleh api, demikian pula api bisa padam oleh air, akan tetapi,
golongan orang yang berpenyakit jenis ini tidak merasakan dirinya
22
sakit sama sekali. Bisa jadi, dia menutup diri semua pintu yang
membawa angin kebenaran, atau yang menurunkan air hujan
yang penuh rahmat, atau terbit darinya matahari kemuliaan.
Dirinya rela menyerah kepada setan, dikekang oleh syahwat dan
hawa nafsu hingga dirinya tidak lagi mengenal mana yang ma'ruf
dan mana yang mungkar, apalagi sampai mau mengingkarinya.
Dia memandang teman sebagai musuh dan musuh
dijadikan teman, benar dipandang salah dan yang salah dianggap
benar, lantas kebodohan macam apa setelah ini? kemudian fitnah
seperti apa yang lebih besar lagi seusai ini? Bahkan kesesatan
macam apa setelah ini? Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan
didalam firman -Nya:
"Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti
hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah
sedikitpun. sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim". (QS al-Qashshas: 50).
Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda:
23
"Dinampakkan fitnah bagi hati bagaikan permukaan tanah yang
datar, sedikit demi sedikit, maka hati mana saja yang menyerap
fitnah tadi akan membekas noda hitam didalamnya, adapun hati
yang mengingkarinya maka membekas noda putih. Hingga
akhirnya terbentuk menjadi dua hati, hati yang putih bersih
bagaikan batu halus tidak terganggu oleh fitnah secuilpun selagi
langit dan bumi berdiri, dan hati kedua hitam pekat bagaikan
arang, tidak mengenal yang ma'ruf tidak pula mengingkari yang
mungkar, kecuali apa yang di inginkan oleh hawa nasfunya". HR
Bukhari no: 525. Muslim no: 144.
Dan kelompok manusia dari jenis yang berpenyakit
semacam ini saya kira sangat sedikit jumlahnya sampai kiranya
tidak dijumpai komunitasnya? Atau malah sebaliknya, justru
menjadi komunitas yang sangat banyak sehingga engkau mudah
24
sekali menjumpainya ada dihadapanmu kemana pun engkau pergi
dan berjalan? Tentunya, entah banyak atau sedikit yang jelas
kelompok jenis ini ada ditengah-tengah kita.
Yang kadang mereka hanya mencukupkan diri dalam
beragama hanya dengan mengucapkan dibibir kalimat syahadat
laa ilaha ilallah, terkadang juga terdengar dari bibirnya bacaan al-
Qur'an, sesekali masuk masjid, atau satu pekan sekali, atau kalau
dirinya sedang menginginkan. Apakah hal ini cukup? Sekali lagi
tidak ! karena agama mencakup keyakinan, dan syari'at, ucapan
dan perbuatan, petunjuk dan cahaya, semuanya satu kesatuan
yang tak terpisahkan, keyakinan dan metodenya, ibadah dan
muamalah, akhlak dan etika, merenungi dan berfikir. Allah
Shubbhanahu wa ta’alla menyatakan kesempurnaan agama Islam
ini didalam firman -Nya:
"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku- cukupkan kepadamu nikmat -Ku, dan telah Ku- ridhai
Islam itu jadi agama bagimu". (QS al-Maa-idah: 3).
25
Agama itu mempunyai dua rukun yang harus terpenuhi,
ibadah yang benar dan berbuat baik pada makhluk, disetiap
kondisi, waktu dan tempat. Apakah kita telah mengambilnya
dengan kuat? Mari coba kita raba diri kita masing-masing.
Sesungguhnya instropeksi diri, mengoreksi secara jujur, niscaya
akan mendatangkan padamu suatu keputusan dimana sejatinya
engkau sedang berada, dalam barisan orang yang sehat atau
dalam barisan orang yang sedang sakit, dengan para wali-wali
Allah Shubbhanahu wa ta’alla atau bersama para pembangkang,
bersama orang-orang yang mendapat petunjuk atau bersama
orang yang tersesat. Tanyailah dirimu sendiri?
Apakah engkau masih mengerjakan sholat dan
berpuasa? Apakah engkau telah menunaikan zakat? Apakah
engkau telah memaafkan dan mengampuni orang? Apakah
engkau telah mentaati Allah Shubbhanahu wa ta’alla dan Rasul -
Nya? Apakah engkau mencintai kebajikan dan para pelakunya?
Apakah engkau membenci kejelekan dan orang-orangnya?
Apakah engkau telah mengajak pada kebaikan? Apakah engkau
telah menyuruh pada yang ma'ruf? Apakah engkau telah
mencegah perbuatan mungkar? Apakah hatimu merasa tenang
ketika berdzikir kepada -Nya? Apakah engkau merasa takut
kepada Allah Shubbhanahu wa ta’alla semata? Apakah engkau
26
hanya berharap kepada -Nya semata? Apakah engkau masuk
dalam kelompok orang-orang yang penyantun? Apakah engkau
termasuk orang-orang yang banyak beristighfar? Apakah engkau
masuk dalam barisan orang-orang yang banyak berdzikir kepada
Allah Shubbhanahu wa ta’alla? Allah Shubbhanahu wa ta’alla
menyatakan didalam firman -Nya:
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain.
mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari
yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka
taat pada Allah dan Rasul -Nya. mereka itu akan diberi rahmat
oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana". (QS at-Taubah: 71).
Kemudian setelah itu tanya dirimu sendiri lalu
berusahalah untuk menjawabnya. Apakah engkau termasuk
orang-orang yang berlaku lalim? Apakah dirimu termasuk dari
para pendusta? Apakah engkau termasuk dari kalangan orang
27
munafik? Apakah dirimu termasuk dari orang yang suka
mengolok-olok agama? Apakah engkau termasuk orang yang
sombong? Apakah engkau termasuk orang yang memakan harta
riba? Apakah dirimu pernah terjatuh dalam perbuatan zina?
Apakah engkau pernah menuduh orang lain? Apakah engkau
pernah meminum khamr? Apakah dirimu pernah mengkonsumi
obat-obat terlarang? Apakah dirimu sering melakukan perbuatan
terlarang? Sedangkan Allah ta'ala menyatakan didalam firman -
Nya:
"Orang-orang yang merusak janji Allah setelah di ikrarkan dengan
teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya
dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang
itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat
kediaman yang buruk (Jahannam)". (QS ar-Ra'du: 25).
Dengan metode diagnosis semacam ini engkau akan
mendapati apakah dirimu termasuk orang-orang yang mengikuti
kebenaran atau justru sebaliknya termasuk dalam barisan orangorang
yang mengekor kebatilan. Termasuk dari bala tentara Allah
28
Shubbhanahu wa ta’alla atau justru berada dibelakang barisan
setan. Termasuk orang yang mampu menguasai syahwat serta
hawa nafsu, atau termasuk orang yang mencampur adukan
antara kebenaran dan kebatilan.
Maka perhatikanlah hasil analisis yang telah engkau
lakukan, kemudian setelah itu kerjakan penanganannya. Allah
Shubbhanahu wa ta’alla menyatakan didalam firman -Nya supaya
kita selalu instropeksi diri setiap saat:
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
Shubbhanahu wa ta’alla dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat) dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS al-Hasyr: 18).
Jika seandainya engkau termasuk dalam barisan orangorang
yang mengikuti kebenaran, mentaati Allah Shubbhanahu
wa ta’alla dan Rasul -Nya, maka ucapan selamat atas
keberhasilanmu untuk merengkuh kebahagian dunia dan akhirat.
29
Allah Shubbhanahu wa ta’alla menjanjikan hal itu didalam firman
"Sesungguhnya orang-orang yang menyatakan: "Tuhan Kami
ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka,
maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan menyatakan:
"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih dan
bergembiralah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah
kepadamu". Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan
dunia dan akhirat, di dalamnya kamu memperoleh apa yang
kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang
kamu minta". (QS Fushshilat: 30-31).
Dan jikalau engkau termasuk dalam barisan orang-orang yang
mengekor kebatilan, bermaksiat kepada Allah Shubbhanahu wa
ta’alla dan Rasul -Nya, maka itu merupakan kerugian diatas
kerugian, kebinasaan yang tidak ada keselamatan lagi setelahnya.
30
Seperti dijelaskan oleh Allah Shubbhanahu wa ta’alla didalam
firman -Nya:
"Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul -Nya dan
melanggar ketentuan-ketentuan -Nya, niscaya Allah
memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di
dalamnya dan baginya siksa yang menghinakan". (QS an-Nisaa':
14).
Dan jika dirimu termasuk dikalangan orang yang mencampur
adukan antara kebenaran dan kebatilan, antara kebaikan dan
kejelekan, antara bagus dan buruk, maka itu pertanda dirimu
sedang sakit, dan ketahuilah bahwa sakit jenis ini sungguh
sangatlah berbahaya sekali!
Apakah engkau ingin segera sembuh? Maka cepatlah
ambil obatnya dari kitab suci yang diturunkan oleh Rabbmu yang
menyatakan didalam firman -Nya:
"Dan Kami turunkan dari al-Qur'an suatu yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur'an itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian". (QS al-Israa': 82).
Maka coba renungkan sejenak kondisimu, perhatikan urusanmu,
karena setiap pekerjaan pasti ada balasan berupa pahala atau
hukuman, dan bagi setiap pelaku pasti akan mendapat negeri
tempat tinggal yang cocok untuknya. Sebagaimana yang Allah
ta'ala tegaskan didalam firman -Nya:
"Apakah orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang
yang fasik? mereka tidak sama. Adapun orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka jannah
tempat kediaman, sebagai pahala terhadap apa yang mereka
32
kerjakan. Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir) maka
tempat mereka adalah Jahannam. Setiap kali mereka hendak
keluar daripadanya, mereka dikembalikan ke dalamnya dan
dikatakan kepada mereka: "Rasakanlah siksa neraka yang dahulu
kamu mendustakannya." Dan sesungguhnya Kami merasakan
kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum
azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka
kembali (ke jalan yang benar)". (QS as-Sajdah: 18-21).
Imam Ibnu Qoyim menjelaskan, "Sesungguhnya semua
penyakit hati itu bersumber dari penyakit syubhat dan syahwat,
sedangkan al-Qur'an sebagai obat bagi kedua penyakit tadi.
Didalamnya ada keterangan dan penjelas yang pasti, yang
menjelaskan tentang kebenaran dan kebatilan. Dan bisa hilang
penyakit keraguan yang merusak dengan al-Qur'an, dengan cara
mempelajari memahami serta mengamalkannya, maka
barangsiapa yang Allah Shubhanahu wa ta’alla karuniai
pemahaman al-Qur'an niscaya dirinya mampu untuk memilah
kebenaran dan kebatilan secara jelas dengan hatinya
sebagaimana matanya mampu melihat malam dan siang hari.
Adapun obat penawar bagi penyakit syahwat, maka hal
itu bisa diatasi dengan cara hikmah dan nasehat yang baik, sambil
menggunakan motivasi dan ancaman, supaya berzuhud didunia,
dan memotivasi supaya mementingkan akhirat, ditambah dengan
33
menyebutkan kisah-kisah yang terkandung didalamnya pelajaran
yang mampu membuka mata". 1
Sesungguhnya hukum-hukum Allah Shubhanahu wa
ta’alla yang disyari'atkan untuk para hamba -Nya saling
menyempurnakan satu sama lain, tidak ada didalam agama Islam
sholat tanpa menjalankan puasa, atau menunaikan ibadah haji
tapi tidak berzakat, atau punya budi pekerti tapi tidak beretika.
Maka bagi orang yang mengerjakan sholat tapi tidak berpuasa,
atau menunaikan ibadah haji tapi enggan membayar zakat, atau
menghalalkan zina atau riba atau khamr serta yang semisal dari
itu semua, maka itu bukan termasuk ajaran Islam sedikitpun.
Allah Shubhanahu wata’alla sangat mencela bagi orang yang
berperilaku semacam itu, sebagaimana ditegur dengan tegas
dalam firman -Nya:
1 . Ightastul Lahfan 1/44-45.
34
"Apakah kamu beriman kepada sebagian Al kitab (Taurat) dan
ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang
yang berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam
kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan
kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang
kamu perbuat". (QS al-Baqarah: 85).
Sungguh yang namanya akhlak Islam yang luhur
bukanlah hanya sekedar pakaian yang dikenakan oleh seorang
manusia disatu sisi lalu dilepas pada sisi lain. Dirinya seenaknya
memakai jika dipandang perlu dan dilepas jika tidak perlu lagi.
Akan tetapi, akhlak Islam yang mulia tersebut merupakan pakaian
yang teguh yang harus selalu dikenakan oleh seorang muslim baik
siang maupun malam, ketika sedang sendirian atau dihadapan
orang banyak, dirumah maupun disekolah, didalam masjid
maupun dikantor, di jalan maupun dipabrik.
Bukanlah akhlak dalam ajaran Islam hanya bagian
penopang semata yang bisa dimanfaat tatkala membutuhkan dan
di campakan bila tidak menguntungkan. Maka sabar, kejujuran,
cinta, malu, pemaaf, penyantun, merupakan pakaian yang harus
selalu dikenakan oleh seorang muslim didalam kehidupan ini yang
apabila sampai dirinya menanggalkan maka auratnya akan
tersingkap, akhlaknya menjadi rusak, sehingga dirinya menjadi
orang yang bertelanjang, menjijikan dan berbau tidak sedap,
setelah sebelumnya ia berbalut minyak kesturi nan wangi dan
35
berselimut cahaya yang memancar dari dalam dirinya. Allah
Shubhanahu wa ta’alla memerintahkan agar kita masuk kedalam
Islam secara totali didalam firman -Nya:
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu". (QS al-
Baqarah: 208).
Dimana para musuh agama ini begitu bersemangat untuk
merusak moral dan akhlak serta syi'ar-syi'ar agama, dari bagian
kehidupan seorang muslim, supaya mereka menjadi sisa yang
tidak berharga sedikitpun, kulit yang tidak ada isinya lagi, bentuk
yang tidak bermakna lagi, bergelimang dalam kerusakan moral,
lari dari kemuliaan, berkata namun tidak menjalaninya,
mendengar tapi tidak mengerjakan, berbuat dosa namun enggan
beristighfar. Allah Shubhanahu wa ta’alla memperingatkan
didalam firamn -Nya:
"Sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat
mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman,
karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah
nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah
mereka, sampai Allah mendatangkan perintah -Nya
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS al-
Baqarah: 109).
Sesungguhnya Allah azza wa jalla telah menjelaskan
kepada kita secara gamblang jalan yang lurus, lalu menyuruh kita
supaya mengikuti dan berjalan dengan petunjuk -Nya, pada setiap
kondisi kita. Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla
memperingatkan pada kita dari mengikuti jalan-jalan kesesatan
yang banyak yang dapat mencegah untuk mengingkat -Nya dan
mengambil petunjuk -Nya. Allah Shubhanahu wa ta’alla
menerangkan secara gamblang dalam firman Nya:
"Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan -Ku yang
lurus, Maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalanjalan
(yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu
dari jalan -Nya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu
bertakwa". (QS al-An'aam: 153).
Oleh karena itu, mari kita tempuh jalan yang lurus yang akan
mengantarkan kita ke dalam surga, dan kita jauhi dari setiap jalan
yang sesat yang tidak mampu memberi petunjuk pada orang yang
sedang tersesat, tidak membuat puas orang yang sedang sakit,
dan tidak menjadikan lurus jalan yang berbelok-belok. Allah
Shubhanahu wa ta’alla menyatakan didalam firman -Nya:
"Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan
kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyi kan, dan
banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang
kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti
keredhaan -Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula)
Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada
cahaya yang terang benderang dengan seizin -Nya, dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus". (QS al-Maa-idah: 15-16).
Ya Allah berilah kami kecintaan kepada iman dan hiasilah
didalam jiwa-jiwa kami, dan jadikanlah kami benci terhadap
kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan, dan jadikanlah kami dari
kalangan orang-orang yang mendapat petunjuk.
"Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakantindakan
kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan
tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum
yang kafir". (QS al-Imraan: 147).