Anda Bebas Memilih
Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, kami
memuji -Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada -Nya,
kami berlindung kepada -Nya dari kejahatan diri-diri kami dan
kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah
Shubhanahu wa ta’alla beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat
menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah Shubhanahu wa
ta’alla sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya
petunjuk.
Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak
diibadahi dengan benar kecuali Allah Shubhanahu wa ta’alla
semata, yang tidak ada sekutu bagi -Nya. Dan aku juga bersaksi
bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
adalah hamba dan Rasul -Nya. Amma Ba'du:
Terkadang ada orang yang terlihat bersedekah dan
menyantuni orang lain, tapi kadang juga dirinya sangat pelit. Jika
anda dituntut untuk memberi komentar pada orang tadi dan
ditanya apakah dia itu orang dermawan atau orang yang pelit?
Anda akan termenung sejenak, ragu untuk memastikan
4
jawabannya, karena yang diketahui orang tersebut kadang
berbuat baik, penyantun tapi kadang dirinya juga sangat pelit.
Seperti itulah kiranya perilaku manusia. Sesungguhnya
perilaku yang muncul dari setiap orang diantara kita, tentulah
merupakan keputusan menusia itu sendiri, dia bebas memilih
sesukanya, baik itu dalam hal berpakaian, memilih makanan dan
minuman, berbicara, bergaul, bermaksiat dan seterusnya.
Di sisi lain dia juga merasakan adanya perilaku yang
muncul yang dirinya merasa terkungkung tidak ada pilihan lain,
seperti hatinya yang berdenyut, tubuhnya yang tumbuh,,
darahnya mengalir, sistem pencernaan, sistem syaraf dan
pernafasan, maka kesemua itu tidak ada pilihan baginya, namun
sebetulnya apa alasan itu semua? Apakah sebetulnya manusia itu
dikendalikan atau bebas memilih, coba kita perhatikan,
sesungguhnya didalam diri kita ada yang menunjukan pada
jawaban yang pertama ada pula yang kedua. Allah Shubhanahu
wa ta’alla menyatakan didalam firman -Nya:
"Dan (juga) pada dirimu sendiri. maka apakah kamu tidak
memperhatikan?". (QS adz-Dzariyaat: 21).
5
Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla mengistimewakan manusia dari makhluk lainnya karena manusia dibekali dengan akal. Jika diklasifikasikan maka makhluk tersebut menjadi empat golongan; Golongan yang tidak mempunyai akal serta nafsu syahwat, golongan ini ada pada benda padat dan tumbuhan. Dan golongan yang memiliki akal namun tidak memiliki nafsu, golongan ini adalah para malaikat. Lalu golongan yang memiliki nafsu syahwat akan tetapi tidak memiliki akal, dan dia adalah binatang. Kemudian terakhir golongan yang punya akal dan syahwat, golongan ini adalah manusia.
Maka bila ditilik, jelas diantara makhluk-makhluk tersebut maka yang paling mulia adalah manusia yang Allah Shubhanahu wa ta’alla karuniakan akal, dan diutus pada mereka para rasul, serta diturunkan kitab suci, supaya mereka beribadah kepada Rabbnya, sehingga dirinya mendapat kemenangan dengan kebahagian didunia dan diakhirat. Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan hal tersebut didalam firman -Nya:
6
"Sesungguhnya orang-orang yang menyatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan menyatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat, di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS Fushshilat: 30-32).
Adapun benda mati, sesungguhnya ada padanya tubuh, warna dan ukurannya, sedangkan tumbuhan pun demikian cuma memiliki kelebihan bisa tumbuh berkembang, dan binatang memiliki itu semua dan mempunyai kelebihan dengan perasaan dan bisa bergerak, adapun manusia maka dirinya mempunyai itu semua dan dibedakan dengan akal yang bisa untuk membedakan antara dua hal, yaitu bisa membedakan mana yang menurutnya
7
bermanfaat dan mana yang menurutnya membahayakan, dirinya bebas memilih.
Maka jika diperhatikan dalam diri manusia terkumpul padanya dari sifat-sifat yang ada pada benda mati, tumbuhan dan binatang.1
Dan apa yang dimiliki oleh sifat-sifat yang ada pada benda mati, tumbuhan dan binatang maka itu semua tidak ada kekuasaan padanya, tidak ada pilihan baginya selama-lamanya. Maka jelas manusia itu memiliki tubuh, warna dan ukuran, seperti benda padat, dan dalam hal ini merupakan sesuatu yang dikendalikan, tidak ada pilihan, begitu pula manusia tumbuh seperti tumbuhan, maka ini juga dikendalikan, selanjutnya manusia juga punya perasaan dan bergerak, didalam tubuhnya bekerja sistem pencernaan, urat syaraf, darah, dan pernafasan, maka itu semua juga dikendalikan tidak ada pilihan, seperti halnya hewan yang juga tidak punya pilihan.
Dan ini merupakan klimaks dari rahmat dan kasih sayang -Nya, dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla menjadikan seluruhnya berada pada pemeliharaan dan penjagaan -Nya, Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak membiarkan manusia begitu saja, sebab manusia butuh tidur, kadang lupa, terkadang melemah
1. Al-Qur'an, Mu'jizah wa Manhaj karya asy-Sya'rawi.
8
kondisinya. Dan Allah Shubhanahu wa ta’alla menyindir hal itu melalui firman -Nya:
"Katakanlah: "Siapakah yang dapat memelihara kamu di waktu malam dan siang hari dari (azab Allah) yang Maha Pemurah?" sebenarnya mereka adalah orang-orang yang berpaling dari mengingati Tuhan mereka". (QS al-Anbiyaa': 42).
Sehingga apa yang ada pada manusia dari sifat-sifat yang dimiliki oleh benda mati, tumbuhan dan binatang, maka manusia dikendalikan, terkontrol didalamnya dengan rahmatnya Allah azza wa jalla.
Lantas kapan manusia itu dikatakan bebas memilih?
Manusia berada dalam kondisi bebas memilih dalam lingkup permasalahan yang berkaitan dengan akal saja. Akal yang ketika dihadapkan padanya hukum dari suatu perbuatan, berupa perintah dan larangan, maka dia bebas memilih lalu membedakan antara melakukan yang berupa perintah atau larangan. Dirinya bebas memilih apa yang menurutnya baik, sebagaimana dijelaskan oleh Allah ta'ala didalam firman -Nya:
9
"Sesungguhnya (ayat-ayat) ini adalah suatu peringatan, maka barangsiapa menghendaki (kebaikan bagi dirinya) niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya". (QS al-Insaan: 29).
Demikian pula dalam firman -Nya yang lain:
"Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". (QS al-Kahfi: 29).
Maka apabila dirinya telah mengetahui kebenaran lantas dia mengikutinya maka surga untuknya, tapi, jika dirinya kufur terhadap kebenaran tadi maka baginya neraka. Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan didalam firman -Nya:
10
"Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! kemudian jika datang petunjuk -Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk -Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya". (QS al-Baqarah: 38-39).
Dari sini kita mengetahui bahwa beban taklif tidak mungkin dipikulkan melainkan kepada orang yang berakal, jika seandainya hilang akal yang bisa membedakan antara dua hal, antara baik dan buruk, benar dan salah, jujur dan dusta, maka beban taklif tersebut diangkat. Bukankah kita tahu bahwa tidak ada beban taklif pada orang gila, anak kecil dan orang yang sedang tidur, dikarenakan fungsi akal telah hilang atau belum adanya kesadaran pada orang tadi.
Dan dalam hal ini Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang shahih:
11
"Pena (catatan amal) diangkat dari tiga golongan, orang yang tertidur sampai dirinya terbangun, anak kecil sampai dirinya dewasa, dan orang gila sampai dirinya sembuh". HR Ahmad no: 24694. Nasa'i 6/156.
Dan sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla menghalalkan bagi kita perkara-perkara yang baik, serta mengharamkan yang jelek-jelek, menyuruh kita untuk menikah, dan melarang untuk berbuat zina, menganjurkan untuk berkata jujur dan melarang berkata dusta, menyuruh untuk beriman, dan memperingatkan jangan sampai kufur. Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan didalam firman -Nya:
"Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang
12
diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)". (QS an-Nahl: 36).
Disinilah peran akal dibutuhkan untuk bekerja, dirinya bebas memilih antara dua jalan, maka menjadikan pahala dan siksaan yang didapat sesuai dengan pilihannya.
Dan perlu dipahami bahwa akal seseorang itu sangat terbatas kapasitasnya tidak mampu mengetahui semua kejadian, tidak bisa bebas untuk mengetahui setiap yang mendatangkan manfaat baginya, serta yang membahayakan, maka dengan diutusnya para rasul, dan diturunkannya kitab suci, akan menuntun serta membimbing akal tersebut sesuai dengan apa yang mendatangkan manfaat didunia dan diakhiratnya nanti.
Dan bukan berarti bebas memilihnya seorang hamba itu keluar dari kehendak Allah Shubhanahu wa ta’alla, karena sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak ada sesuatupun dimuka bumi tidak pula dilangit yang mampu membuat -Nya lemah. Baginya kedaulatan mutlak dalam mencipta, mengatur serta menyuruh, kalau seandainya Allah Shubhanahu wa ta’alla menghendaki untuk memberi petunjuk seluruh manusia niscaya kesampaian, tidak ada yang mampu mencegah -Nya, dan tidak
13
ada yang mampu menolak hokum -Nya, Allah menyatakan didalam firman -Nya:
"Katakanlah: "Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; Maka jika -Dia menghendaki, pasti -Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya". (QS al-An'aam: 149).
Akan tetapi, dengan hikmah Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak melakukan hal itu, namun membiarkan mereka sesuai dengan pilihannya, membiarkan mereka dengan amal perbuatannya, setelah Allah Shubhanahu wa ta’alla menjelaskan pada mereka kebenaran, supaya ibadah yang mereka kerjakan berdasarkan pilihan mereka bukan paksaan dan tekanan, semua itu dilakukan dalam rangka ujian dari Allah Shubhanahu wa ta’alla. Allah menyatakan didalam firman -Nya:
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir". (QS al-Insaan: 2-3).
Sesungguhnya Allah azza wa jalla menciptakan mahluk menjadi dua macam: Mahluk yang dijadikan untuk senantiasa didalam ketaatan kepada -Nya, dan itu ada pada seluruh makhluk kecuali manusia dan jin. Yang kedua adalah makhluk yang Allah Shubhanahu wa ta’alla beri kebebasan untuk menentukan pilihan sesuai dengan kehendaknya, antara beriman atau kufur, taat atau memaksiati, mereka itu adalah manusia dan jin. Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan dalam firman -Nya:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada -Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi -Ku makan. Sesungguhnya Allah -Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh". (QS adz-Dzariyaat: 56-58).
Dan Allah Shubhanahu wa ta’alla menyukai hamba yang datang kepada -Nya dalam kondisi memilih sendiri, sedangkan hamba tersebut bisa untuk tidak mendatangin -Nya. Maha Bijaksana Allah Shubhanahu wa ta’alla lagi Maha mengetahui dalam penciptaan dan perintah -Nya. Sebagaimana di jelaskan didalam firman -Nya:
"Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. dan barangsiapa yang dihinasakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya.
16
Sesungguhnya Allah berbuat apa yang -Dia kehendaki". (QS al-Hajj: 18).
Maka manusia bebas memilih sekehendak dirinya, maka kembali hasilnya antara menjadi orang yang berbahagia atau orang yang sengsara diakhirat kelak berdasarkn pilihannya. Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan didalam firman -Nya:
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui". (QS al-Baqarah: 256).