Adab Bertetangga
· Nabi Muhammad bersabda:
“Sebaik-baik sahabat di sisi Allah, orang yang paling baik
(prilakunya) bagi sahabatnya dan sebaik-baik tetangga
adalah orang yang baik (akhlaqnya) terhadap tetangganya”. 1
Dan diharamkan berbuat zalim atasnya baik dengan
perkataan dan perbuatan, berdasarkan sabda Nabi:
“Demi Allah tidak beriman, “Demi Allah tidak beriman,
“Demi Allah tidak beriman. Para shahabat bertanya siapakah
mereka wahai Rasulullah? “Yaitu orang yang tidak
memberikan rasa aman bagi tetangganya dari kejahatan
dirinya”.2
· Tetangga yang terdekat, yang rumahnya berdempetan
(denganmu) mempunyai hak yang lebih besar dari tetangga
yang lebih jauh, dari Aisyah radhiallahu anha menceritakan:
Aku bertanya: Wahai Rasulullah SAW aku mempunyai dua
orang tetangga, siapakah yang paling berhak aku berikan
hadiahku baginya? “Kepada tetangga yang.3
· Tidak melarang tetangganya menancapkan atau mendirikan
kayu pada dindingnya untuk membangun sebuah ruang
atau yang lainnya, berdasarkan sabda Nabi:
“Janganlah seseorang melarang tetangganya
menancapkan sebuah kayu pada dindingnya”.4
Dengan syarat tidak memudaratkan orang lain dan tidak ada
jalan lain kecuali dengan cara seperti itu, kemudian Abu
Huriarah, perawi hadits berkomentar: Mengapa saya melihat
kalian berpaling darinya! Demi Allah saya akan melemparnya
pada pundak-pundak kalian”.
· Diharamkan menyakiti tetangga, berdasarkan sabda Nabi
Muhammad SAW:
1 HR. Turmudzi no: 1944.
2 HR. Muslim no: 2625.
3 HR. Bukhari no: 6020.
4 HR. Bukahri no: 2463, Muslim no: 1609.
“Barangsiapa yang beriman keapda Allah dan hari akhir
maka hendaklah dia tidak menyakiti tetangganya”.5
· Memberinya makan dan minum dengan apa yang engkau
makan dan minum.
· Tidak menyebarkan rahasianya, menundukkan padangan di
hadapan mahromnya dan memberikan hadiah baginya.
· Memberikan ucapan selamat baginya dalam kesenangan dan
menghiburnya dalam kesusahan.
· Tidak menutup pintu bagi tetangganya. Dari Ibnu Umar
radhiallahu anhu berkata: “Sungguh telah datang kepada
kita suatu zaman, di mana kita merasa bahwa tidak ada
yang lebih berhak menikmati uang dinar dan dirham yang
dimilikinya dari saudaranya semuslim, namun sekarang,
uang dinar dan dirham yang dimilikinya lebih dicintainya
dari saudaranya semuslim” Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda:
“Sungguh banyak tetangga yang bergantung pada
tetangganya, dia berkata: Wahai Tuhanku, tanyalah dia!
Orang ini telah menutup pintunya dariku dan menahan
kelebihan hartanya dariku”.6
· Seseorang tidak sepantasnya kenyang sementara
tetangganya kelaparan, berdasarkan sabda Nabi:
“Bukanlah seorang yang mu’min orang yang merasa
kenyang sementara tetangganya kelaparan di sampingnya”.7
· Tidak meninggikan bangunan tembok (melebihi bangunan
rumah tetangga) sehingga tidak menghalangi sinar matahari
dan hembusan angin, dan tidak pula menzaliminya dengan
menghilangkan atau merubah bangunannya; sebab hal
tersebut bisa menyakitinya.
· Menasehati, mengarahkannya pada kebaikan, menyerunya
pada perbuatan ma’ruf dan mencegahnya dari kemungkaran
dengan penuh hikmah, mau’izhah hasanah tanpa maksud
membeberkan kesalahan atau mengucilkannya, dan tidak
mencari-cari kesalahannya, senang dengan kekhilafannya,
serta menutup diri dari kekeliruan dan kesalahannya.
5 HR. Bukhari no: 9018, Muslim no: 47.
6 HR. Bukhari dalam kitab Al-Adabul Mufrod no: 111, Alsilsilatus Shahihah no: 2646.
7 Al-Silsilatus Shahihah no: 1/149.
· Bersabar atas prilaku tetangga yang menyakiti dirinya, Nabi
bersabda:
“Sesungguhnya Allah SWT mencintai tiga hal dan
membenci tiga hal: Di antara yang disebutkan adalah seorang
lelaki yang mempunyai tetangga yang selalu menyakitinya
namun dia tetap bersabar atas prilaku buruknya sampai Allah
mencukupkannya dari tetangganya baik saat hidup atau
setelah kematian “.8
· Dibolehkan menangisi orang yang sakit, maka orang yang
mati lebih utama, akan tetapi tangisan yang tidak mengarah
pada meratapinya, Rasulullah SAW menangis saat masuk
kepada Sa’ad bin Ubadah RA saat mendapatkannya sakit.9
· Berdo’a dengan kebaikan bagi orang yang sedang sakit,
sebab malaikat mengaminkan atas ucapannya, seperti yang
dijelaskan dalam hadits Ummu Salamah radhiallahu anha,
dia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
Apabila kalian menghadiri orang yang sedang sakit atau
mati maka katakanlah yang baik, sesungguhnya malaikat
mengaminkan apa yang kalian katakan. Ummu Salamah
menceritakan: Pada saat Abu Salamah meninggal dunia, dia
mendatangi Nabi Muhammad SAW dan memberitahukan:
Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Abu Salamah telah
meninggal dunia. Lalu Rasulullah SAW mengatakan: Bacalah
do’a ini:
8 Dishahihkan oleh Albani dalam Shahihut Targib no: 2569.
9 HR. Bukhari no: 1304 dan Muslim no: 924.
(Ya Allah berikanlah ampunan bagiku dan baginya serta
berikanlah bagiku ganti yang baik)
Lalu Allah memberikan ganti yang lebih baik bagiku
Muhammad SAW. Dan berdo’a bagi orang yang sakit tersebut
dengan do’a yang telah disyari’atkan, seperti:
(Tidak mengapa suci Insyallah).10 Membaca do’a:
4l> )3 mUi [Bg
(Ya Allah berikanlah kesembuhan bagi si fulan) dibaca 1x
atau 3x.11 Atau do’a:
(Aku mohon kepada Allah, Yang Maha Besar, Tuhan Arsy
yang besar, agar Dia berkenan menyembuhkanmu) dibaca 7x.
· Meletakkan tangan di atas tubuh orang yang sakit tersebut
sebab Nabi Muhammad SAW jika menjenguk orang yang
sakit beliau meletakkan tangannya pada tubuh yang sakit,
lalu membaca: f/12
· Meruqyah orang yang sakit tersebut:
- Meruqyahnya dengan Al-Mu’awwidzat, dari Aisyah,
Ummul Mu’minin radhiallahau anha menceritakan
bahwa apabila salah seorang keluarga Rasulullah SAW
sakit maka beliau meniupnya dengan membaca Al-
Mu’awwidzat...(13)14
- Meruqyahnya dengan membaca Al-Fatihah.15 Dan
“Hilangkanlah penyakit, wahai Tuhan manusia,
sembuhkanlah hanya Engkaulah yang menyembuhkan tidak
10 HR. Bukahri no: 3616.
11 HR. Bukhari 5659, Muslim no: 1628.
12 Ibnu Hajar berkata di dalam kitab Fathul Bari 10/126 diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan sanad
yang baik.
13 HR. Bukhari no: 5748 Muslim no: 2192.
14 Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata: Yang dimaksud dengan Al-Mu’awwidzat adalah surat Al-falaq dan Qul
a’udzu bi robbi nnas dan dijama’kan sebab jumlah minimal bagi jama’ adalah dua. Atau dijadikan
bentuk jama’ karena yang dimaksud adalah kalimat yang terdapat di dalam dua surat tersebut, dan bisa
jadi maksud dari Al-Muawwidzat adalah dua surat di atas ditambah dengan surat Al-Ikhlash dan inilah
yang biasa terjadi. Pendapat inilah yang dipegang. Fathul Bari 7/738.
15 HR. Bukhari no: 2276, Muslim no: 2201.
ada kesembuhan kecuali kesembuhan yang Engkau
kehendaki kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit”.16
“Dengan nama Allah aku meruqyahmu dari setiap
kejahatan yang menyakitimu, dari setiap kejahatan jiwa atau
mata yang dengki, Allahlah yang menyembuhkanmu dengan
nama Allah aku meruqyahmu”.17
· Menjenguk seseorang tidak mesti dilakukan pada saat orang
yang sakit mengetahui siapa yang menjenguknya, menjenguk
seseorang disyari’atkan sekalipun orang yang sakit tersebut
pingsan, demi mendapatkan keberkahan do’anya dan
tangannya yang diletakkan pada tubuh orang yang sakit
tersebut, lalu mengusap dan meniupnya dengan bacaan Al-
Mu’awwidzat dan yang lainnya.18 Dari Jabir bin Abdillah RA
berkata: Aku ditimpa suatu penyakit lalu Rasulullah SAW
bersama Abu Bakar datang menjengukku dengan berjalan
kaki, mereka mendapatiku sedang pingsan, lalu Nabi
Muhammad SAW menuangkan air wudhu’nya kepadaku,
akhirnya aku tersadar dan tiba-tiba Beliau sudah ada
dihadapanku, aku bertanya: Wahai Rasulullah! Apakah yang
mesti aku lakukan dengan hartaku? Apakah yang mesti aku
perbuat pada hartaku? Namun beliau tidak menjawabku
sehingga turun ayat-ayat tentang pembagian warisan”.19
· Termasuk bentuk menyerupai prilaku Yahudi dan Nashrani
adalah memberikan bunga kepada orang yang sakit.
· Mengajarkan ucapan syahadat bagi orang yang sedang sakit,
saat ajal menjemput, lalu menutup matanya dan berdo’a
baginya jika telah meninggal dunia.
· Dianjurkan menjenguk orang yang sedang sakit pada
permulaan sakitnya, berdasarkan sabda Nabi: Apabila sakit
maka jenguklah dia”.20
· Tidak dianjurkan memaksa orang yang sedang sakit untuk
makan atau minum dengan makanan dan minuman
tertentu.21
16 HR. Bukhari no: 2276 dan Muslim no: 2201.
17 HR. Muslim no: 2186.
18 Fathul Bari 10/119
19 HR. Bukhari no: 5651, Muslim no: 1616.
20 Dishahihkan oleh Albani dalam Shahihul Jami’ no: 3151.
21 Al-Adabus Syar’iyah 2/344.